Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Awas, Suhu di Bumi Semakin Panas Akibat Gas Rumah kaca

Adiyanto
25/11/2019 20:06
Awas, Suhu di Bumi Semakin Panas Akibat Gas Rumah kaca
Emilien Fournel, produsen anggur, melihat tanaman anggurnya yang terbakar suhu panas di Sussargues, Prancis(AFP)

TINGKAT gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, yang diyakini menjadi penyebab pemanasan global, mencapai rekor tertinggi pada 2018. Lembaga Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pun menyerukan aksi untuk segera menyelamatkan masa depan umat manusia.

"Tidak ada tanda untuk melemah atau surut dengan sendirinya. Meski ada kesepakatan Paris tentang perubahan iklim, gas rumah kaca itu tetap terkonsentrasi di atmosfir," ujar Kepala Organisasi Metereologi Dunia (WMO), Petteri Taalas dalam pernyataannya, seperti dikutip AFP, Senin (25/11).

Menurut laporan lembaga Greenhouse Gas Bulletin, gas rumah kaca yang terkonsentrasi di atmosfir pada 2018 mencapai 407,8 part per million (ppm), meningkat dari tahun sebelumnya yang cuma 405.5 ppm. Jumlah peningkatan itu, menurut mereka, di atas rata-rata yang terjadi dalam satu dekade terakhir.

Untuk diketahui GRK adalah gas di atmosfer yang memiliki fungsi seperti panel-panel kaca di rumah kaca yang bertugas menangkap energi panas matahari agar tidak dilepas seluruhnya. Tanpa gas-gas ini, panas akan hilang ke angkasa dan temperatur rata-rata bumi dapat menjadi 60 derajat farenheit atau (33 derajat celsius) lebih dingin.

GRK dapat ditemukan di atmosfer mulai dari permukaan bumi sampai ketinggian 15 km. Lapisan gas rumah kaca sendiri terbentuk di ketinggian 6,2km - 15 km. GRK yang berdampak terbesar antara lain Karbon dioksida (CO2), Nitro Oksida (NOx), Sulfur Oksida (Sox), Metana (CH4), Chloroflurocarbon (CFC), dan Hydrofluorocarbon (HFC).

Menurut WMO, dua dari bahan-bahanh tersebut yang kandungannnya cukup tinggi di atmosfir yang tercatat pada 2018 adalah metana dan nitro oksida. Metana antara lain dihasilkan dari aktivitas manusia, seperti penambangan, pemakaian bahan bakar, peternakan, dan pembuangan sampah. Sedangkan sumber utama Nitro Oksida antara lain dari pembangkit tenaga listrik, pabrik pemanas, dan proses industri.

"Dengan terjadinya peningkatan zat-zat ini dalam jangka panjang, berarti generasi masa depan bakal menghadapi beberapa dampak perubahan iklim, seperti temperatur yang kian panas, cuaca yang semakin ekstrem, meningkatnya permukaan air laut, dan kerusakan ekosistem,'' kata pernyataan WMO.

Menurut lembaga itu, emisi adalah faktor utama yang menentukan jumlah tingkat gas rumah kaca, tetapi tingkat konsentrasi adalah ukuran dari apa yang tersisa setelah serangkaian interaksi kompleks antara atmosfer, biosfer, litosfer, cryosfer, dan lautan.

Kira-kira 25 % dari semua emisi saat ini diserap oleh lautan dan biosfer - istilah yang menjelaskan semua ekosistem di bumi.

Litosfer adalah bagian luar bumi yang padat, sedangkan sitosfer mencakup bagian dunia yang tertutup oleh air beku.

Panel Antarpemerintah PBB tentang Perubahan Iklim (IPCC) telah sepakat bahwa untuk menjaga temperatur di bawah 1,5 derajat Celcius dan menghilangkan tingkat emisi CO2 hingga titik nol. Itu artinya, jumlah yang dipompa ke atmosfer harus sama dengan jumlah yang dihilangkan, baik yang diserap secara alami maupun dengan inovasi teknologi. (OL-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus
Berita Lainnya