Headline
AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.
Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.
SINDROM nefrotik merupakan penyakit ginjal yang menyebabkan pembengkakan wajah, kaki ataupun tubuh pada anak. Penyakit ini terjadi karena adanya proses imunologis, dimana adanya pengeluaran protein melalui air kemih.
Dalam keadaan normal, hal tersebut seharusnya tidak terjadi. Ketika protein keluar melalui air kemih maka protein dalam tubuh menjadi rendah, akibatnya tubuh akan membengkak.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh dr. Sudung O. Pardede, dokter spesialis nefrologi anak RSUPN Cipto Mangunkusumo, diketahui sebanyak enam kasus per 100.000 anak per tahun mengalami sindrom nefrotik telah dilaporkan di Indonesia.
Ia memaparkan bahwa Sindrom Nefrotik pada anak dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu Sindrom Nefrotik Kongetinal atau sindrom bawaan lahir yang berasal dari faktor genetik, Sindrom Nefrotik Idiopatik (SNI) atau primer akibat adanya ketidakseimbangan bakteri baik dan jahat dalam usus, dan Sindrom Nefrotik Sekunder yang disebabkan oleh penyakit gula, infeksi, dan lainnya.
Namun, sebagian besar Sindrom Nefrotik yang sering ditemukan pada anak ialah SNI, dimana 80-90% merupakan SNI steroid, 10-35% SNI akan mengalami relaps (kambuh) setelah penghentian pengobatan, dan 40-50% diantaranya seringkali mengalami relaps.
"Kalau relaps terjadi secara terus-menerus, maka fungsi ginjal akan menurun dan suatu saat ginjalnya tidak berfungsi lagi atau sangat rendah. Jika terjadi, maka diperlukan cuci darah atau cangkok ginjal. Karena itu penyebab terjadinya relaps harus diperhatikan,” terangnya, Selasa (2/2).
Ada pun penyebab terjadinya relaps antara lain infeksi saluran nafas, kulit atau saluran cerna, alergi terhadap makanan, debu maupun obat-obatan, serta stres. Orang tua harus terlebih dahulu memperhatikan faktor-faktor terjadinya relaps pada anak sehingga penyebab utamanya dapat ditanggulangi.
"Harus diketahui dulu penyebabnya sehingga dapat ditanggulangi. Orangtua juga harus rutin memeriksakan anak sesering mungkin, terkadang ketika melihat anaknya baik-baik saja orangtua berhenti melakukan pemeriksaan, itu keliru, pemeriksaan harus terus dilakukan karena relaps sering terjadi tanpa ada gejala," lanjutnya. (OL-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved