Headline

Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Intensitas Bencana Tinggi

Melati Yuniasari
27/1/2016 09:31
Intensitas Bencana Tinggi
(MI/Ramdani)

KOMISI Ekonomi dan Sosial untuk Asia Pasifik di Perse­rikatan Bangsa-Bangsa (Uni­ted Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific/ESCAP) melaporkan bahwa selama dekade terakhir Indonesia diterjang bencana alam sebanyak 143 dari 1.625 bencana yang terjadi di wilayah Asia Pasifik dan terhitung sebanyak 10 juta orang terkena dampak dari bencana alam itu.

Sebanyak 13.300 dari setengah ju­ta warga meninggal dunia disebab­kan bencana alam di wilayah Asia Pasifik berasal dari Indonesia. Indonesia men­jadi salah satu negara paling rawan bencana di Asia Pasifik karena terletak di sepanjang cincin api gunung be­rapi aktif. Karakteristik itu membuat bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir, dan kekeringan kerap melanda Indonesia.

Direktur Divisi Pengurangan ICT dan Bencana Risiko ESCAP Shamika Sirimanne menambahkan, pembangunan berkelanjutan di Asia Pasifik untuk mengatasi risiko bencana ha­rus menjadi perhatian semua pi­hak. "Karena Indonesia dan negara-negara lain di Asia Pasifik telah memulai agenda baru untuk pembangunan berkelanjutan. Sangat penting bagi negara-negara Asia Pasifik untuk mengatasi risiko bencana demi melindungi keuntungan pengembangan," ungkapnya.

Dalam Indonesia Disaster Outlook 2016, bertema Disasters without borders: regional resilience for sustainable development, yang di­luncurkan di gedung perwakilan PBB, Jakarta, kemarin, diulas bahwa investasi dalam pengurangan risiko atas bencana terbukti efektif dari segi biaya.

Dalam laporan itu, teridentifikasi bah­wa terdapat beberapa isu manajemen bencana yang diabaikan, seperti halnya isu infrastruktur, penempatan warga, kota, dan risiko ekonomi.

La­poran ESCAP juga menggambarkan bagaimana kekeringan jangka panjang dapat dikurangi. Selain itu, dijelaskan penggunaan sistem peringatan dini dengan menggunakan end-to-end multi-hazard dan peta un­tuk memberikan informasi yang sesuai pada waktu yang tepat.

Pengurangan risiko
Saat menyoroti relevansi laporan dalam konteks Indonesia, Sekjen Ba­dan Nasional Penanggulangan Ben­cana (BNPB) Dody Ruswandi menyimpul­kan bahwa laporan bencana alam merupa­kan upaya berkelanjut­an dalam mengurangi risiko bencana dengan tujuan pembangunan berkelanjutan di Indo­nesia."Laporan ini sangat bernilai terutama pada konteks regional sebagai upaya berkelanjutan dalam me­nye­laraskan pengurangan risiko bencana. Tujuannya, pembangunan berkelanjutan di Indonesia."

Lebih lanjut, United Nations (UN) Resident Coordinator Douglas Bro­de­rick me­nya­takan laporan-laporan itu membantu untuk memulai pa­­da ke­­rangka kerja baru secara global. "Setelah mengadopsi kerangka Sendai untuk mengurangi risiko benca­na, pembangunan berkelanjutan, dan perjanjian perubahan iklim di Pa­ris, laporan ini tu­rut bergerak pada kerangka kerja yang baru secara glo­bal sebagai fase implementasi regional dan nasional berdasarkan analisis faktual dan praktik yang baik," ujarnya

Laporan itu juga menyoroti praktik inovatif dari indeks bencana alam di Indonesia yang berperan sebagai daerah penyedia pelayanan peringatan tsunami dan mitigasi sistem, pengembangan database kerugian bencana serta memantau dampak bencana atas kemiskinan. (H-1)

[email protected]



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya