Jumlah Titik Api 2019 Lebihi 2018

Golda Eksa
22/8/2019 07:25
Jumlah Titik Api 2019 Lebihi 2018
Helikopter Super Puma milik Asia Pulp & Paper (APP) Sinar Mas melakukan water bombing di Muara Medak, Bayung Lencir, Musi Banyuasin, Sumsel.(ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan)

TITIK panas api akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di sejumlah wilayah di Indonesia mengalami fluktuasi. Meski sempat dinyatakan menurun, jumlahnya kini sudah melebihi kejadian pada 2018.

Menko Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menyatakan hal tersebut saat membuka rapat koordinasi tingkat menteri membahas kesiapan dalam menghadapi karhutla di Kemenko Polhukam, Jakarta, kemarin.

Hadir dalam rakor, Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menko Perekonomian Darmin Nasution,

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen Doni Munardo, serta pejabat terkait.

''Rapat kali ini tidak akan mengulang apa yang kita rapatkan. Kita fokus pada kondisi sekarang, yakni BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) sudah memberikan warning puncak kemarau jatuh pada Agustus-September 2019,'' ujar Wiranto.

Dia menambahkan, titik api naik turun. Pada pekan silam, misalnya, Polri menyebut jumlahnya mulai berkurang cukup signifikan menjadi sekitar 856 dari sebelumnya yang mencapai 1.460 titik.

Namun, menurut Wiranto, titik api kini sudah melebihi jumlah pada 2018. ''Berarti butuh keseriusan kita, bagaimana titik api itu kita tekan sampai puncak kemarau berakhir.''

Wiranto mengaku mendapat laporan bahwa 99% karhutla disebabkan ulah manusia dan hanya 1% lantaran faktor alam. Karena itu, semua pihak mesti lebih fokus menangani faktor manusia tersebut.

Pemerintah pun perlu menyiapkan posko dan shelter di wilayah yang rawan karhutla untuk memberikan layanan kesehatan dan menampung masyarakat yang terdampak. Kementerian Kesehatan telah menyiapkan 16 posko dan 35 shelter sebagai wujud kehadiran negara.

Senada, Doni Munardo menyatakan persentase titik api di 2019 meningkat dengan rata-rata lebih dari 50% ketimbang 2018. Luasan lahan yang terbakar pada periode Januari-Juli 2019 mencapai 135 ribu hektare. Titik api terparah berada di 6 provinsi, yaitu Riau, Jambi, Sumsel, Kalbar, Kalteng, dan Kalsel.

"Namun, ada fenomena unik bahwa NTT yang tahun-tahun sebelumnya tidak banyak hotspot-nya, sampai 31 Juli luas lahan terbakar mencapai 71 ribu hektare," kata Doni.

Ancam negara tetangga
Asap pekat akibat karhutla juga terus mengganggu aktivitas warga.Asap bahkan dikhawatirkan akan merambah Singapura dan Malaysia. Prakirawan BMKG Tanjungpinang Vivi Putri mengatakan, kemarin, asap tebal akibat karhutla di Riau dibawa angin yang bertiup dari arah tenggara hingga selatan sehingga dapat masuk ke negeri jiran. ''Kecepatan angin 5-35 km/jam.''

Vivi menerangkan, berdasarkan data Satelit Terra Aqua dan Suomi NPP,  titik panas di Riau dan sekitarnya masih banyak. ''Semakin banyak titik panas, semakin tinggi potensi asap masuk ke Malaysia dan Singapura,'' ucapnya.

Tak kurang dari 12 titik panas juga terpantau di empat kabupaten di Provinsi Bangka Belitung. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Babel Mikron Antariksa mengatakan setiap hari selalu ada karhutla di wilayahnya.

Asap akibat karhutla terus pula  mengancam warga di Kalimantan, termasuk ratusan pasien dan karyawan RS Jiwa Sambang Lihum, Kabupaten Banjar, Kalsel. Untuk mencegah gangguan kesehatan, manajemen rumah sakit memberikan mereka vitamin dan  protein.
Karhutla tak cuma melanda Sumatra, Kalimantan, dan NTT, tetapi juga terjadi di daerah lain, seperti Jawa. Di Garut, Jabar, lahan seluas 15 hektare di kawasan Gunung Guntur kemarin dilalap api. (Tim/X-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya