Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Digitalisasi untuk Tingkatkan Layanan

Indriyani Astuti [email protected]
04/6/2019 05:40
 Digitalisasi untuk Tingkatkan Layanan
KEPESERTAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONA(ANTARA FOTO/Didik Suhartono/pd.)

UNTUK memastikan pelayanan kepada peserta Jaminan Kesehatan Nasional-kartu Indonesia sehat (JKN-KIS) berjalan lebih baik dirumah sakit (RS), Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menerapkan digitalisasi layanan, salah satunya rekam biometrik melalui aplikasi finger print (sidik jari) saat mendaftar di RS.

Namun, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) keberatan dengan kebijakan BPJS Kesehatan tersebut. Pasalnya, finger print dinilai untuk kepentingan kepesertaan bukan pelayanan. Lagi pula kebijakan sepihak BPJS kesehatan itu tanpa persetujuan Menteri Kesehatan.

Hal itu disampaikan secara terpisah oleh Kepala Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma'ruf, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris, dan Ketua Umum Persi Koentjoro A Purjanto, saat dihubungi di Jakarta, kemarin.

"Aplikasi finger print sudah dilakukan sejak 2018, khusus untuk pasien hemodialisis atau HD (cuci darah) di RS yang sudah siap dengan alat tersebut. Lalu, dikembangkan ke poliklinik mata, jantung, dan rehab medik. Kalau untuk layanan HD bisa dijalankan, mengapa untuk pelayanan lain tidak?" ujar Iqbal

Menurutnya, perlu alat untuk memudahkan pelayanan kepada peserta. Sidik jari dianggap menjadi bagian dari solusi untuk meminimalkan administrasi yang selama ini masih bervariasi di lapangan.

"Contohnya, BPJS Kesehatan tidak mensyaratkan fotokopi kartu JKN-KIS, tapi faktualnya masih ada RS yang meminta pasien menyiapkan fotokopi kartu," tambah Iqbal.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris dalam Ekspose Kinerja BPJS Kesehatan 2018 pekan lalu di Jakarta, menyampaikan pihaknya sedang mengarah pada digitalisasi seluruh sistem administrasi hingga pelayanan secara perlahan-lahan.Digitalisasi dalam sistem layanan JKN mulai diuji coba dan diterapkan secara bertahap sejak 2018 dan akan terus dilanjutkan.

Ia mengharapkan semua berkas dan dokumen pasien JKN-KIS, termasuk riwayat kesehatan atau rekam medis dapat disimpan dalam satu basis data atau komputasi sehingga dapat diakses oleh fasilitas kesehatan mitra BPJS Kesehatan di mana pun.

"Saat ini rekam medik masih kertas dan dokumennya disimpan di RS. Nanti simpan di komputasi awan (cloud), di mana pun kalau pasien masuk rumah sakit beda kota, rekam mediknya bisa diunduh saja dari aplikasi cloud," kata Fachmi.

Jangan bebankan RS

Sementara itu, Koentjoro mengatakan sudah mengirim surat ke BPJS atas keberatan Persi, tetapi belum mendapat tanggapan.

"Pada dasarnya Persi mendukung semua pengembangan sistem pelayanan kesehatan yang berhasil serta memudahkan peserta dan RS, sepanjang pengembangan tersebut mengikuti dan memenuhi ketentuan serta regulasi," tambahnya.

Menurut Koentjoro, semestinya pengadaan alat finger print sepenuhnya menjadi tanggung jawab BPJS Kesehatan, bukan dibebankan ke RS yang bertugas dan berfungsi memberikan pelayanan. Persi, imbuhnya, mendorong agar proses perekaman sidik jari dapat dilakukan melalui integrasi dengan data dari Kementerian Dalam Negeri sehingga RS tidak harus membeli alat.

"Dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan Nasional pasal 57 menyatakan BPJS Kesehatan dapat mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, harus dengan persetujuan Menteri Kesehatan," tutur Koentjoro. (X-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya