Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
KOMUNITAS ilmiah bisa memainkan peran penting dalam pembuatan kebijakan mitigasi bencana di Indonesia. Hal itu penting agar langkah strategis yang diambil pemangku kepentingan tidak hanya berbasis politik semata, tapi juga berbasis sains.
Hal itu mengemuka dalam diskusi bertajuk Role of Academic and Scientific Institutions in Polcymaking for Disaster Risk Reduction and Climate Action in Indonesia, yang diselenggarakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Jakarta, kemarin.
Kepala Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI, Sri Sunarti Purwaningsih, menyatakan selama ini sains belum menjadi arus utama dalam pengambilan keputusan para pemangku kepentingan. Namun, kini mulai lebih tampak peningkatan kebutuhan akan pertimbangan ilmiah dalam proses pembuatan kebijakan mitigasi bencana dan perubahan iklim.
Karena itu, imbuhnya, lembaga penelitian pun tentunya dituntut untuk menghasilkan riset yang mumpuni. "Pengetahuan pakar yang dihasilkan, dikomunikasikan, dan digunakan oleh para pembuat kebijakan, terutama dalam mengurangi dampak bencana dan perubahan iklim selama ini masih belum tergali, baik secara akademis maupun dalam praktiknya," jelas Sri.
Ia menjelaskan salah satu acuan global pengarusutamaan sains dalam mitigasi bencana ialah The Sendai Framework for Disaster Risk Reduction 2015-2030.
Menanti implementasi
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat total kejadian bencana yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia sepanjang 2018 lalu mencapai 2.564 bencana. Karena itulah, tahun itu dinobatkan sebagai tahun bencana.
Peneliti LIPI Heru Santoso mengatakan bencana yang melanda di berbagai tempat selama setahun terakhir itu patut menjadi momentum untuk menguatkan kebijakan berbasis sains.
Menurutnya, pemerintah kini mulai menunjukkan sikap positif untuk menggunakan sains sebagai basis kebijakan. "Itu antara lain dengan keseriusan BNPB yang merekrut tim 'intelijen bencana' beranggotakan para pakar.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pun telah menyusun strategi pembangunan hijau dengan memasukkan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) pada proses penyusunan RPJMN 2020-2024.
"Komitmen untuk pembangunan rendah emisi dan mitigasi bencana amat penting. Memang sudah semestinya begitu dan tinggal menanti implementasinya secara konkret," ucapnya.
Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB Wisnu Widjaja menyambut baik penguatan basis ilmiah pada mitigasi bencana. "Supaya kita tidak selalu sebagai 'pemadam kebakaran' yang berfokus pada penanganan setelah bencana terjadi," ujarnya saat dihubungi terpisah
Menurutnya, tim pakar BNPB kini tengah membahas rekomendasi atas sejumlah bencana, antara lain banjir Sentani, rehabilitasi hutan bakau untuk proteksi tsunami, dan mengenai patahan Lembang. (H-3)
Hanya separuh dari warga yang memilah sampah untuk didaur ulang. Hal ini berpotensi meningkatkan sampah plastik dan menambah beban tempat pembuangan akhir selama PSBB/WFH.
Kemungkinan dari adanya aktivitas petir di daerah ini (Jabodetabek) dengan waktu yang hampir bersamaan dengan letusan itu (erupsi Gunung Anak Krakatau).
Kepala Tim Sidang Pemugaran DKI Jakarta Bambang Eryudhawan menyebut situs cagar budaya di Kampung Akuarium tidak terganggu dengan adanya pembangunan rumah vertikal.
Temuan tersebut juga turut melibatkan peneliti LIPI termasuk Zainal yang berperan sebagai pengawas. Ia mengungkapkan penelitian itu dilakukan jauh sebelum ada pandemi covid-19.
Namun apabila dibiarkan dalam jangka panjang, kandungan parasetamol di air laut dapat mengancam hewan yang ada di Teluk Jakarta.
Jalan beraspal berornamen sudah tidak ada lagi. Beberapa bangunan sekarang satu meter lebih tinggi dari yang lain lantaran jalan ambles.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved