Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
MENTERI Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menegaskan tidak akan lagi menjadikan Surat Keterangan tidak Mampu (SKTM) dalam sistem Penerimaan Peserta Didik Baru tahun ini.
Acuannya, menurut Mendikbud, adalah Kartu Indonesia Pintar (KIP).
"SKTM enggak boleh lagi," tegas Muhadjir, ketika berkunjung ke Babel, belum lama ini.
Sistem PPDB tahun ini, lanjutnya, menggunakan zonasi seperti yang telah dituangkan dalam Permendikbud 51 tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
"Zonasi sudah turun Permedikbud no 51 dan ini harus diimplementasikan, semua harus diterapkan akan kita perkuat dengan surat dari gubernur," ucapnya.
Ia menegaskan, ini harus diimplementasikan oleh daerah dan disusun zonasinya. Penerapan zonasi tidak berkaitan dengan sebaran sekolah.
Baca juga: Sistem Zonasi PPDB Kikis Favoritisme dan Jual Beli Kursi
"Tidak ada urusan sebaran sekolah karena zonasi itu diputuskan kedua pihak baik pusat maupun daerah," ujarnya.
Dalam zonasi, dijelaskan Muhadjir, harus diatur oleh daerah. Pasalnya, daerah yang lebih tahu tentang pembagian wilayah.
"Daerah harus tau persis bagaimana mengatur zonasi jadi sebaran harus diikuti," ungkap dia.
Terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, M Soleh menjelaskan SKTM tidak lagi menjadi acuan dalam penerimaan siswa tidak mampu, pasalnya sudah menggunakan sistem zonasi.
Siswa yang tidak mampu, akan tetap menjadi prioritas untuk dapat sekolah dengan sistem zonasi. Namun, bukti jika siswa tersebut tidak mampu hanya menggunakan Kartu Indonesia Pintar (KIP), tanpa perlu adanya SKTM.
"Arahan Pak Menteri memang tidak boleh lagi pakai SKTM. Dengan sistem zonasi ini bukan SKTM acuan tapi jarak. Untuk siswa tidak mampu menggunakan KIP dan tetap jadi prioritas," kata Soleh, Minggu (3/2).
Menurutnya, KIP sudah terdata sehingga kecil kemungkinan bisa dimanipulasi. Penerima KIP merupakan betul-betul dari keluarga yang kurang mampu.
"Karena KIP ini kan sudah terdata dan jumlahnya tidak banyak," ujarnya.
Dijelaskannya, dengan sistem zonasi ini tidak lagi perbedaan siswa yang bernilai tinggi atau rendah. Namun, yang menjadi prioritas ialah jarak antara rumah dengan sekolah.
"Zonasi ini tidak melihat lagi pintar dan kurang pintar sama, hanya jarak yang menentukan, karena memang tujuannya pemerataan pendidikan," sebutnya.
Disinggung soal pemetaan zonasi, Soleh menyebutkan pihaknya belum melakukan pemetaan.
"Kita belum bahas pembagian zonanya, saat ini kita sedang mempersiapkan untuk UASBN dan UN terlebih dahulu," imbuh Soleh. (OL-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved