Headline

Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.

Fokus

Terdapat sejumlah faktor sosiologis yang mendasari aksi tawur.  

Di Balik Peluh Penari Antarnegara

Retno Hemawati dari New Delhi, India
19/1/2019 06:45
Di Balik Peluh Penari Antarnegara
(MI/Retno Hemawati)

DI balik foto-foto indah Instagram para penari yang sering berpentas di panggung pertunjukan mancanegara, tersimpan kisah-kisah unik. Foto perjalanan, foto makanan, dan foto saat pentas, itu baru sebagian, selebihnya mari simak cerita empat penari dari Bali yang berpentas selama tiga hari saat gelaran Asia Tourism and Travel Expo (SATTE) 2019 yang resmi dibuka di India Expo Mart, Greater Noida, New Delhi, India yang berlangsung hingga Kamis (18/1).

Mereka adalah Ni Made Dwi Agustini, Ni Wayan Apriani, Kadek Raras Sukmawati, dan Ni Putu Ayumas Megasari, semuanya merupakan penari Bali yang tergabung dalam Yasa Putra Sedana.

Mereka hadir atas undangan Kementerian Pariwisata Republik Indonesia agar berpentas sekaligus mempromosikan seni budaya Indonesia. Mereka membawakan lima tarian yakni Pendet, Oleg, Cendrawasih, Topeng Tua, dan Trunajaya."Tarian dengan sajian baru, masing-masing sekitar tujuh menit, dan disajikan dengan iringan musik yang sudah direkam," kata Agustini.

Mereka menari setidaknya empat kali sehari untuk kebutuhan yang berbeda, misalnya untuk penampilan di panggung terbuka untuk disaksikan umum, atau untuk hiburan acara penghargaan dengan tamu terbatas. Selama tiga hari, mereka menari sebanyak 12 kali.

Pagi hari, pukul 05.00 waktu setempat, mereka sudah bersiap untuk tampil. Satu jam waktu mereka untuk mandi dan berdandan. Warna-warna merah, biru, dan kuning dibubuhkan sebagai eye shadow.

"Kami nggak beli yang mahal-mahal, tapi yang jelas awet, nempel. Kalau ingin tahan lama bisa diberi dasar baby oil, membersihkannya juga pakai baby oil," kata Megasari.

Baca juga: Aktor Perfilman Aceh Mando Gapi Tutup Usia

Mega juga teman-temannya sudah terbiasa membongkar pasang sendiri kostum pentas. Bahkan saat kostum itu sudah tidak lagi sempurna, perlu ditambahkan karet agar tetap kencang, atau peniti agar tetap terkait.

Dipandang dari jauh, tampilan mereka tetap prima. Cantik. Dengan mata yang berbinar-binar khas penari Bali. Padahal bulu mata palsu yang menunjang keindahan mata mereka juga harus dihemat. Dihemat?

"Iya, kami biasa membersihkannya sering-sering dari lem supaya bisa dipakai ulang, berkali-kali. Kalau sekali buang itu boros, kami harus berhemat juga," kata Megasari.

Dia menerangkan, bulu mata bagus yang dirilis selebritas biasanya dibanderol Rp50 ribu sepasang. "Sayang sekali kalau langsung dibuang, jadi dirawat saja."

Di booth Indonesia, mereka juga menjadi primadona. Pamor mereka bahkan setara dengan ladyboy dari Thailand karena keunikan mereka. Keempat penari, selalu diburu pengunjung untuk diajak berfoto bersama.

Ratusan kali pula mereka harus menebarkan senyum saat orang mulai membidikkan kamera. Padahal kadang hiasan kepala mereka tidak lagi mulai nyaman, ada yang berat, atau ada yang mengganjal. Saat India dingin dengan suhu tujuh derajat Celcius, penari dengan tampilan setengah punggung terbuka juga jadi tantangan.

"Apalagi penyejuk ruangannya dingin sekali. Syukur banyak sekali orang, jadi agak hangat," kata Apriani.

Mereka berempat setidaknya berkostum tari mulai pukul 10:00 hingga pukul 16:00 selama tiga hari itu.

Dewa Rai Budiasa, pemimpin rombongam penari Yasa Putra Sedana bercerita, pihaknya sudah sangat sering membawa penari-penari ke luar negeri untuk berpentas dengan formasi yang berganti-ganti. Dia juga bercerita terkait honor yang diterima para penari.

"Mereka diberi honor cukup layak, sebesar US$100 untuk sehari per penari," katanya.

Tidak semua penari pergi ke luar negeri secara sering karena hal itu tergantung banyak faktor, salah satunya adalah 'laku'. Seperti Wayan Apriani misalnya, dia sudah memiliki jadwal pentas di masa mendatang.

"April, saya akan pentas di Belanda, detailnya belum cukup informasi, tapi pasti berangkat," katanya dengan senyum.

Urusan berangkat juga harus berhitung dengan bagasi. Para penari kebanyakan membawa kostum mereka masing-masing, dengan koper terpisah dengan baju keseharian.

"Selain kostum tari, kami juga bawa aksesorisnya. Bongkar pasang setiap mau pergi. Kami sangat mandiri, dari urusan packing, make up, memakai kostum, bongkar, setelah usai juga harus dirapikan lagi, ditaruh di kotak plastik, kami bisa lakukan sendiri," kata Wayan Apriani. (OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya