Headline
Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.
KEDUTAAN Besar Arab Saudi memberlakukan kebijakan baru tentang kewajiban bagi calon jemaah dalam mendapatkan visa ke Arab Saudi dengan melampirkan bukti rekam biometrik VFS Tasheel dalam pengajuan visa umrahnya. Peraturan itu diberlakukan mulai 17 Desember 2018.
Sontak kebijakan ini menuai penolakan keras dari ribuan umat Islam, khususnya calon jemaah umrah yang ingin berangkat ke Tanah Suci.
Protes penolakan itu disampaikan asosiasi penyelenggara perjalanan umrah dan haji khusus di Indonesia yang tergabung dalam Permusyawaratan Antar-Syarikat Travel Umrah dan Haji Indonesia (PATUHI), yang tegas menolak pelaksanaan rekam biometrik melalui VFS Tasheel tersebut.
"Sebagai rasa tanggung jawab dan keprihatinan kepada umat Islam Indonesia yang hendak menunaikan ibadah ke Tanah Suci, kami menolak dengan tegas adanya penerapan pelaksanaan rekam biometrik melalui VFS Tasheel sebagai persyaratan untuk penerbitan visa umrah dan haji yang diberlakukan Kedubes Saudi," kata Joko Asmoro, anggota Dewan Pembina PATUHI menjawab Media Indonesia, Senin (24/12), terkait dengan pernyataan sikap atas penerapan biometrik melalui VFS Tasheel yang digelar di Kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) di Jakarta.
Joko, yang juga Ketua Umum AMPHURI, menyatakan, persyaratan dari Pemerintah Arab Saudi tersebut memberatkan umat Islam yang akan menunaikan ibadah ke tanah suci. Mengingat kondisi geografis Indonesia yang sangat luas dan tersebar di berbagai pulau, maka hal itu akan sangat memberatkan bagi para jemaah.
Dikatakan Joko, PATUHI dan AMPHURI mengusulkan agar proses rekam biometrik melalui VFS Tasheel sebaiknya dilakukan di bandara keberangkatan, tanpa dikaitkan dengan proses penerbitan visa umrah dan haji.
"Ini merupakan solusi dari kami dalam mempermudah dan membantu masyarakat yang dirugikan oleh kebijakan tersebut," tegasnya.
Selain itu, PATUHI meminta kepada seluruh penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) agar tidak melakukan langkah-langkah yang tidak dikoordinasikan dengan asosiasi.
"Hal ini kita lakukan guna menghindari terjadinya hal-hal yang akan bersifat kontra perjuangan bersama untuk menolak keberadaan rekam biometrik melalui VFS Tasheel sebagai syarat penerbitan visa umrah dan haji," ujarnya.
Penolakan ini dilakukan sebagai bentuk keprihatinan yang mendalam atas sulitnya umat Islam menunaikan ibadah umrah ke Tanah Suci dalam melakukan rekam biometrik melalui VFS Tasheel.
Selaku pimpinan asosiasi, Joko mengimbau kepada anggota AMPHURI yang calon jemaah umrahnya mengalami hambatan dalam rekam biometrik melalui VFS Tasheel, agar menyampaikan permasalahan mereka kepada Sekretariat DPP AMPHURI. Sehingga dapat dikoordinasikan dengan provider visa anggota AMPHURI untuk membantu pelayanan tersebut.
"Mereka yang ada di pedesaan atau daerah terpencil akan terkendala melaksanakan ibadah umrah, karena untuk proses itu memerlukan waktu, tenaga dan biaya yang tinggi untuk mengurusnya mulai dari perjalanan pulang pergi dan antrean di kantor VFS Tasheel," katanya.
Joko mengutarakan atas nama PATUHI dan AMPHURI menyampaikan apresiasi dan ucapan terima kasih kepada Pemerintah RI dalam hal ini Kementerian Luar Negeri, Kementerian Agama, dan Kantor Konsulat Jenderal RI di Jeddah atas upaya bersama-sama menolak proses rekam biometrik melalui VFS Tasheel sebagai persyaratan pengajuan di Indonesia. (OL-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved