Headline
Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.
SELAIN diabetes melitus alias kencing manis, ada penyakit bernama diabetes insipidus. Meski sama-sama menggunakan istilah diabetes, keduanya berbeda.
Dari sisi kejadian, menurut Riset Kesehatan Dasar 2018, diabetes melitus diderita oleh 10,9% penduduk usia 15 tahun ke atas. "Sementara, kejadian diabetes insipidus sangat langka. Meski demikian, tenaga kesehatan dan masyarakat perlu tahu agar paham dengan gejalanya dan tidak keliru dalam pengobatannya," ujar dokter spesialis penyakit dalam dr Benny Santosa SpPD-KEMD pada seminar kedokteran bertajuk Manajemen Gangguan Endokrin dan Tumor, yang digelar RS Gading Pluit di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Benny menjelaskan, diabetes insipidus ditandai dengan kencing terus-menerus disertai rasa haus. Memang, gejala diabetes melitus, antara lain juga berupa sering haus dan sering kencing. Namun, pada kasus diabetes insipidus, gejala itu lebih ekstrem.
"Penderita kencing terus. Urine yang dikeluarkan tiap hari mencapai belasan liter, padahal normalnya tiga literan per hari," kata Benny.
Penyebab keduanya juga berbeda. Pada diabetes melitus, lanjut benny, penyebabnya ialah kadar gula dalam darah tinggi melebihi normal. Adapun diabetes insipidus disebabkan gangguan hormon antidiuretik (ADH).
"Hormon ini diproduksi oleh kelenjar hipotalamus di otak. Gangguan produksi hormon ini menyebabkan hilangnya kemampuan ginjal untuk mengatur keseimbangan cairan tubuh. Akibatnya, tubuh cenderung kehilangan lebih banyak cairan melalui urine. Kompensasinya, timbul rasa haus terus-menerus agar tubuh mendapat asupan minum," terang Benny.
Terkait dengan pemicu, kasus diabetes melitus sebagian besar terjadi karena gaya hidup tak sehat yang memicu resistansi hormon insulin. Adapun diabetes insipidus, penyakit itu bisa timbul karena faktor genetik, pernah trauma pada kepala, operasi tumor otak, menderita penyempitan pembuluh darah, leukemia, pernah menjalani terapi radiasi, dan konsumsi obat-obat tertentu secara berlebihan.
"Pasien diabetes insipidus harus segera mendapat penanganan yang tepat. Jika tidak, pasien akan terkena dehidrasi, syok, bahkan koma karena pengeluaran cairan tubuh yang berlebih," imbuh Benny.
Penanganannya dilakukan dengan upaya mengatasi kekurangan cairan tubuh. Selain itu, pasien diberi hormon buatan yang berfungsi menggantikan hormon ADH.
"Meski kasusnya tergolong jarang, pengetahuan akan diabetes insipidus tetap penting. Terutama untuk tenaga kesehatan. Agar tidak keliru dalam diagnosis, mengira pasien menderita penyakit lain yang gejalanya mirip," pungkas Benny.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved