Headline

Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Konservasi Burung Hantu Masih Terabaikan

Dhika Kusuma Winata
16/11/2018 13:52
Konservasi Burung Hantu Masih Terabaikan
(ANTARA/Aji Styawan)

PERLINDUNGAN satwa liar burung hantu terabaikan. Pengetahuan masyarakat yang minim informasi terhadap fungsi satwa predator itu bagi ekosistem menjadi masalah utama. Perdagangan bebas pun marak secara daring.

Hal itu mengemuka dalam diskusi Pelestarian dan Perlindungan Burung Hantu Indonesia di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, Jumat (16/11). Hadir sebagai pembicara dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Owl World Indonesia, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Di Indonesia terdapat 54 jenis burung hantu. Berdasarkan Peraturan Menteri LHK No 92 Tahun 2018, sebanyak 16 jenis burung hantu berstatus dilindungi. Antara lain Javan Scops Owl (Otus angelinae), Rinjani Scops Owl (Otus jolandae), Cinnabar Hawk Owl (Ninox ios), dan Rajah Scops Owl (Otus brokii).

Koordinator Owl World Indonesia Diyah Wara Restiyati mengatakan perdagangan burung hantu yang notabene satwa liar marak terjadi. Modus penjualan kini marak dilakukan secara daring dengan harga murah.

Baca juga: Profesor Diaspora Bantu Bidang Riset

Selain pada jenis dilindungi, perdagangan juga marak pada jenis yang belum masuk daftar dilindungi seperti Sunda Scops Owl (Otus lempijii) atau yang dikenal sebagai celepuk reban.

"Celepuk banyak beredar diperdagangkan dengan murah secara daring meski memang belum masuk ke daftar dilindungi. Kami khawatir nantinya justru akan masuk ke dalam daftar karena perdagangannya marak," ujar Diyah.

"Banyak masyarakat juga tidak tahu ada jenis burung hantu dilindungi. Mereka coba-coba beli karena itu dianggap keren," kata Diyah lagi.

Peneliti LIPI Hidayat Ashari mengatakan burung hantu sejatinya merupakan predator yang memiliki peran sentral dalam rantai makanan. Burung hantu menjadi pemangsa mamalia tikus dan serangga yang kerap menjadi hama pengganggu pertanian.

"Perburuan burung hantu memang mengancam keberadaannya. Selain itu habitat aslinya berupa pohon tinggi juga kerap tergusur. Padahal spesies itu punya peran sebagai pengendali hama pertanian. Saat ini justru hama pertanian meningkat tapi populasi burung hantu sebagai predator alaminnya menurun," ujarnya.

Sayangnya, lanjut Hidayat, hingga saat ini, belum ada pencatatan yang komprehensif mengenai populasi burung hantu di Indonesia. Sejumlah riset hanya terlokalisasi pada lingkup kecil. Komunitas-komunitas menurutnya juga belum melakukan pendataan yang memadai.

"Memang yang bergiat pada bidang ini sedikit sekali. Ditambah dokumentasinya tidak komprehensif," jelasnya.

Kasubdit Pengawetan Jenis Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati KLHK Puja Utama mengakui konservasi satwa burung hantu masih belum optimal. Sosialisasi perlu digencarkan kepada masyarakat mengenai daftar yang dilindungi. Dia mengatakan ke depan, penangkaran burung hantu bisa digencarkan dan menjadi salah satu solusi mempertahankan populasi burung hantu di alam liar. (OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya