Headline

Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.

Fokus

Terdapat sejumlah faktor sosiologis yang mendasari aksi tawur.  

Indonesia Borderless, Jepang Taxes Less

Eko Rahmawanto
27/9/2015 00:00
Indonesia Borderless, Jepang Taxes Less
(ANTARA/M RISYAL HIDAYAT)
TANPA voting, tanpa musyawarah, tanpa perdebatan, semua negara peserta JATA Tourism Expo 2015 seperti sudah satu kata. Pariwisata menjadi sektor yang paling masuk nalar untuk dieksplore sebagai primadona dan lokomotif pendongkrak ekonomi bangsa. Karena itu, tidak salah jika Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla juga menempatkan sektor ini sebagai andalan.

Coba semisal policy ini sudah dilakukan sejak dulu? Mungkin kita tak perlu malu dan kecil hati jika dibandingkan dengan wisman yang dicapaian Malaysia, Singapore dan Thailand? Mungkin Indonesia sudah lebih maju di bidang hospitality? It’s ok, tak perlu menyesali nasib, tak perlu berkecil hati. "Better late than never." Lebih afdol terlambat, daripada tidak sama sekali!

Di arena pameran pariwisata yang digelar bareng oleh dua asosiasi pariwisata Negeri Sakura itu, Japan Travel and Tourism Association (JTTA) dan Japan Association of Travel Agents (JATA), semakin meyakinkan bahwa semua negara saling bersaing kreasi menjadikan negerinya sebagai destinasi wisata dunia. Tuan rumah Jepang, malah makin sadis mengeksplorasi potensi mereka, dari alam, kerajinan, kulineri, kemasan, sampai ke level seni yang paling detail dari semua daerah wisatanya.

Dari view alam, gunung Fuji di antara Tokyo-Osaka, pantai dan kepulauan di Okinawa, omi-jofu craft menenun tenun tradisional di Aisho Nagasaki, seni heritage building yang bertumpu pada kayu, bambu, dan ukir, dengan ujung atap melengkung, semua ditampilkan di JATA Tourism Expo 2015.

Performance Korea pun edan-edanan, dengan kavling yang 4 kali lebih besar dari Indonesia, desain kontruksi yang lebih banyak menggunakan teknologi multimedia. Stage yang tinggi, art performing, seolah tidak mau kalau dengan tuan rumah Jepang. Tagline "Imagine Your Korea" mampu mencuri perhatian di tengah-tengah hall di Tokyo Big Sight itu. Singapura, Malaysia, Thailand, tiga negara tetangga itu juga all out, menjaring wisatawan dari Jepang yang ingin mendapati sensasi Asia Tenggara.

Kebijakan pemerintah Jepang yang sedang di push sebagai dukungan terhadap sector pariwisata mereka adalah free taxes, bebas pajak di semua objek wisata. Anda mau mencari souvenir, makanan, minuman, barang elektronik, di semua kota di semua destinasi di Jepang, saat ini bebas pajak! Bahkan barang import seperti Iphone 6-S yang terbaru, di pusat perdagangan Ginza pun, bebas pajak. Jangan ditanya, berapa potensi pendapatan pajak yang hilang? Itulah komitmen dan dukungan pemerintah Jepang untuk mendorong sektor pariwisata dan perdagangan di saat krisis global menghantam dunia.

Bagaimana dengan Indonesia? Lagi-lagi Menpar Arief Yahya mengekspose kebijakan Bebas Visa Kunjungan (BVK) yang sudah 45 negara sejak Juni 2015. Di berbagai kesempatan, kepada semua pihak, disampaikan bahwa akhir tahun 2015 atau paling sial di awal 2016 nanti akan ada tambahan 48 negara Bebas Visa baru.

Indonesia menjadi semakin "borderless", tanpa sekat, negara yang makin terbuka bagi turis mancanegara. "Batam-Bintan sudah mendapatkan benefit atas kebijakan Bebas Visa Kunjungan itu. Konkret, jumlah wisman dari pintu masuk Singapore-Malaysia meningkat tajam. Dan, originasi wisman yang masuk juga beragam, dari Eropa, Amerika, China, Jepang dan Korea. Sudah bisa dipastikan, mereka adalah wisman di Singapore yang mampir ke Indonesia," jelas Menpar.

Borderless di Imigrasi itu baru satu step dalam pedekatan marketing Arief Yahya. Ada paradox di situ, semakin murah semakin banyak, semakin mudah semakin besar. "Sebentar lagi selesai deregulasi soal CAIT, soal izin-izin masuk kapal layar dan pesiar ke Indonesia. Ribuan yacht parkir di Singapura, Darwin Australia Utara dan Perth Australia Barat. Mereka sangat tertantang dengan keindahan laut di kepulauan Indonesia. Tetapi banyak terhambat oleh regulasi selama ini. Begitu CAIT beres, maka Indonesia sebagai negara bahari dan poros maritim dunia akan makin terasa," aku Menpar.

Soal BVK itu, juga dijadikan bahan Menpar dalam ASEM (Asia Europe Meeting) Symposium on Promoting Tourism di Tokyo, Jepang, 25 September 2015 lalu. Yang kebetulan diikuti oleh banyak negara, banyak stakeholder pariwisata, termasuk UNWTO, lembaga PBB yang bergerak di bidang pariwisata. Harmony Lumm, Deputy Manager World Tourism Organization, Regional Support Office for Asia and the Pacific (RSOAP) mempresentasikan potret situasi pariwisata dunia saat ini. "Turisme tahun 2015 ini masih positif 3%, dengan total perjalanan 582 kedatangan internasional ke Eropa. Atau 53% masih ke Eropa," kata Lumm.

Sedangkan Asia Pasific, lanjut Lumm, masih positif 5%, dengan total international arrivals 263 juta wisatawan. Dengan perkataan lain, Asia Pacific masih seksi, karena persentasenya lebih tinggi dari Eropa, dan mengambil porsi 23% dari jumlah wisatawan dunia. Amerika Serikat hanya 16%, Afrika 5% dan Timur Tengah 4%.

"Ini adalah data terbaru UNWTO bulan Januari 2015. Diperkirakan tahun 2015 ini, jumlah wisatawan baik ke Asia Pacific maupun Eropa masih konsisten di angka 3-5 persen bertumbuh," jelas Lumm. (R-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya