PADA 1942-1945 Jepang hadir membawa misi triple A. Jepang Cahaya Asia, Pemimpin Asia, dan Pelindung Asia. Nippon memposisikan diri sebagai Saudara Tua. Kini, begitu Menpar Dr Ir Arief Yahya MSc menginjakkan kaki di ufuk terbitnya Negeri Matahari Terbit itu, suasana berbalik. Tiga jurus marketingnya, langsung menghentak di arena JATA Tourism Expo 2015 di Tokyo Big Sight.
Mungkin lantaran Menpar Arief Yahya dianggap sebagai 'Saudara Muda.' Dalam tradisi Timur, orang yang lebih muda itu harus lebih diperhatikan, dilindungi kepentingannya, didahulukan keinginannya, dan disayang setulus kasih. Saudara Tua wajib mengalah dan membela hak-hak saudara mudanya. Karena itu, tiga permintaan khusus Menteri Pariwisata RI yang ke-14 itu pun mendarat mulus dan disambut hangat. Setidaknya, itu terlihat dari anggota Parlemen Jepang, Toshihiro Nikai, tokoh LDP –Liberal Democratic Party-- Partai yang paling berpengaruh di Jepang-- dalam pertemuan khusus di arena pameran itu.
Pertama, Menpar meminta agar Jepang lebih agresif membuat banyak aktivitas MICE – meetings, incentives, conferences, dan expo di Indonesia. Pijakan logikanya mudah dipahami, pasar otomotif terbesar di dunia produksi Jepang, ada di Indonesia. Perusahaan raksasa seperti Toyota, Honda, Daihatsu, Suzuki, Nissan, Mitsubishi, Kawasaki, makin eksis, bahkan beberapa diantaranya sudah manufacturing di Indonesia. Begitu pun industri elektronik, seperti Panasonic, Sharp, Nippon Denso, Fuji, Canon, Hitachi, dll makin menggurita di Indonesia. "Tidak ada salahnya jika MICE perusahaan itu selalu diadakan di Indonesia?" tembak Arief Yahya.
"Insentif perusahaan bagi karyawan yang berprestasi, dealer dan distributor yang sukses memasarkan produknya, diberi hadiah fasilitas liburan ke berbagai destinasi ideal di Indonesia. Yang ke Eropa-Amerika silakan saja, tetapi sebagian dibagi ke Indonesia. Kami punya segalanya, lengkap, alami, baik sumber daya tradisi budaya maupun keasrian alamnya," bujuk Menpar yang langsung disambut Toshihiro Nikai dengan mengirim minimal 1.000 wisatawan Jepang ke Indonesia, dan akan dilakukan secarsa regular.
Kedua, lanjut Menpar, Jepang harus membangun lebih besar "jembatan udara" sebagai support akan keterbatasan connectivity Jepan-Indonesia. Beberapa kota yang direkomendasi untuk menambah kapasitas angkut via udara adalah Bali, Jakarta dan Batam-Bintan. Tiga great itulah yang saat ini paling siap menerima wisatawan leissure dari Negeri Kokoronotomo itu.
"Dari Jepang, bisa dibuka minimal tiga kota, Tokyo, Osaka dan Narita, yang sudah popular dengan destinasi Indonesia." Ketiga, Menpar mengajak kerjasama dalam hal tourism digital marketing bersama-sama. Arief yang mantan Dirut PT Telkom Indonesia itu paham betul, bahwa Jepang adalah negara kepulauan di Asia Pacific yang berjumlah penduduk sekitar 127,3 juta. Dari jumlah itu, 101,2 juta penduduknya merupakan pengguna internet aktif.
"Penetrasi pengguna internet jepang sudah 79,5% dari total populasi. Dan sekitar 4,2% pengguna internet dunia berada di Jepang. Indonesia yang jumlah penduduknya hampir 250 juta jiwa, atau dua kali lipat Jepang, pengguna internetnya baru 88 juta, atau 35% saja.
Jepang adalah pengguna internet nomor empat di dunia, setelah Tiongkok dengan 538 juta familiar internet online dari 1,34 miliar penduduknya. Penetrasi penggunaan digital media di Tiongkok sudah 40,1%, dan memegang pangsa 22,4% di antara pengguna internet di seluruh dunia. Nomor dua, AS, dengan populasi penduduk 313,8 juta, orang yang tak bisa hidup tanpa smartphone ada 245 juta. Penetrasi di AS, sampai 78,1 persen. Atmosfer teknologi digital memang AS "rajanya". Google, Yahoo dan Facebook pun terlahir di tengah kemajuan IT di Negeri Paman Sam itu. "Kami ingin kerjasama lebih intens dan konkret dengan Jepang dalam digital marketing," papar Menpar.
Pengguna internet terbesar ke-4 yang mengalahkan Jepang adalah India. Masuk akal saja, karena India memang memiliki 360 juta "orang kaya" dari 1,2 miliar penduduk. Industri telekomunikasi di India baik dari ponsel, telepon, siaran dan internet terus bertumbuh. India peringkat terbesar ke-3 di dunia, dan jumlah pengguna lebih dari 137 juta, atau 11,4% berstatus pengguna internet, dan 5,7% pengguna internet dunia.
Tiga jurus Arief Yahya itu, juga disampaikan dalam ASEM Symposium on Promoting Tourism yang juga didengarkan dengan saksama oleh Keisuke Suzuki, Parliamentary Vice Minister of Land, Infrastructure, Transport and Tourism Jepang. Di Asia-Eropa Meeting (ASEM) itu Arief mendeskripsikan Indonesia sebagai sosok negeri yang sangat seksi buat wisatawan "Saudara Tua" Jepang. Jarak sedang, 7 jam Tokyo-Jakarta. Pasir putih, pantai cantik, langit biru, eksotisme sun set dan sun rise, bawah laut hidup, diperkuat dengan aneka atraksi budaya dan beragam tradisi yang kental. Matahari bisa ditemukan sepanjang tahun, di segala musim.
Ada satu pertanyaan yang cukup mengagetkan Manpar Arief Yahya dari Toshihiro Nikai. Bagaiamana dengan terorisme dan keamanan di Indonesia? Karena Jepang ingin program pengiriman 1.000 wisatawan Jepang itu berkelanjutan, tidak hanya sekali atau hanya untuk merayakan program Bebas Visa Kunjungan (BVK) saja. Arief pun menghela nafas panjang, seolah ada sesuatu yang menghambat di tenggorokannya. Dia tidak menyangka, isu keamanan masih saja "menampar" wajahnya.
"Indonesia sangat aman. Jangan khawatir, pemerintah sangat serius menjaga keamanan dan ketertiban, apalagi orang asing yang berwisata di sana. Buktinya, turis yang masuk ke Indonesia semester pertama 2015 naik, dan terus naik sampai kini, di saat negara tetangga Malaysia dan Singapore turun. Di saat ekonomi global sedang lesu. Indeks daya saing Indonesia juga meningkat dari peringkat 70 ke papan 50 besar dunia, versi Travel & Tourism Competitiveness Report 2015 yang dikeluarkan World Economic Forum (WEF). Salah satu indicator yang dinilai adalah soal safety and security," jelas Arief Yahya meyakinkan.
Toshihiro Nikai pun berkali-kali menundukkan kepala, leher, pundak, sampai hampir separoh tubuh bagian atasnya, bertumpu pada pinggang dan pinggul sambil memejamkan kedua mata sipitnya. Khas menghormati lawan bicara ala Jepang, yang tidak cukup dengan menganggukkan kepala dan leher saja. "Kami ingin kemitraan Jepan-Indonesia tidak berhenti di sektor pariwisata, perdagangan dan insudtri saja, tetapi meluas sampai bidang pendidikan, seperti pemberian bea siswa kepala pelajar Indonesia untuk studi di Jepang," ungkap Toshihiro. Arief pun menimpali dan akan mengkomunikasikan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI. (R-1)