Belum genap setahun masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, muncul kenyataan pahit yang menggambarkan potret buram dunia pendidikan di Tanah Air. Gelar sarjana pun ternyata tidak menjamin kualitas sumber daya manusia (SDM) lulusan perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta.
Hal itu diketahui sejak pertama kali Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) M Nasir melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Adhi Niaga di Bekasi, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.
Secara mengejutkan, fakta-fakta di lokasi semakin menguatkan laporan masyarakat bahwa kampus tersebut telah lama praktik jual beli ijazah palsu. Dikatakan palsu karena ijazah didapatkan mahasiswa tanpa melalui proses pembelajara yang benar.
"Kalau STIE Adhi Niaga itu kasusnya sudah jelas, kampusnya juga sudah ditutup dan sudah kita laporkan juga ke pihak kepolisian," ujar M Nasir kepada Media Indonesia saat berkunjung ke Kepulauan Seribu, Rabu (23/9).
Rupanya, STIE Adhy Niaga bukanlah satu-satunya perguruan tinggi yang bertindak di luar batasan Undang-Undang Pendidikan Tinggi No.12/2012. Di hari yang sama, Menristek juga menggerebek University of Berkeley yang berkantor di daerah Menteng, Jakarta Pusat.
Usut punya usut, kampus tersebut berkolaborasi dengan Lembaga Manajemen Internasional Indonesia (LMII) dan hanya memperoleh izin kursus. Ironis, banyak orang penting di negeri ini yang turut memanfaatkan jasa pemalsu ijazah itu guna memperoleh gelar doktor.
Sebut saja beberapa nama diantaranya, Rektor Universitas Kupang Semuel Haning yang diberhentikan karena ketahuan membeli ijazah palsu di Universitas Berkeley gadungan. Tak pandang bulu, keaslian ijazah Pegawai Negeri Sipil (PNS) juga ikut diperiksa.
"Kalau ada PNS yang ketahuan berijazah palsu harus dikeluarkan. Kalau dia pegawai dikti akan langsung dipecat," cetusnya.
Kendati begitu, hingga saat ini belum ada PNS yang tertangkap menggunakan ijazah palsu. Sebagaimana diketahui, ijazah palsu merupakan ijazah yang diberikan kepada perorangan tanpa perlu mengikuti proses perkuliahan.
Ijazah S1 dipatok harga kisaran Rp16 juta hingga Rp35 juta. Modus jual beli ijazah pun beragam, yang jelas aksi nakal perguruan tinggi semacam itu telah mencederai marwah pendidikan tinggi di Indonesia.
"Lebih dari itu tentu merugikan masyarakat. Karenanya mereka juga harus berhati-hati, berkali-kali saya menghimbau kalau mau daftar perguruan tinggi lihat dulu statusnya di PDPT (Pangkalan Data Pendidikan Tinggi). Semua jelas disitu, jangan sampai masyarakat tertipu," tandasnya.
Jangan seperti ribuan mahasiswa yang baru-baru ini terjebak wisuda abal-abal. Meski terlihat seperti mahasiswa sungguhan, namun ketika ditanya seputar perkuliahannya sebagian dari mereka tidak bisa menjawab.
Hal itu seakan membuktikan bahwa para calon wisudawan dari tiga perguruan tinggi, yakni Sekolah Tinggi Teknologi (STT) Telematika Ciputat, Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Suluh Bangsa, dan Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Tangerang Raya, Ciputat itu memang tidak pernah menjalani perkuliahan.
"Kan lucu kalau ditanya mata pelajaran apa yang disukai dia tidak tahu, mestinya kan ada satu saja paling tidak yang nyangkut," ucap Menristek.
Terkait kasus tersebut, tim investigasi Kemenristek Dikti saat ini masih terus melakukan penyidikan lebih lanjut guna mendapatkan bukti-bukti yang menguatkan.
Sementara ini, jelas Nasir, Ketua Yayasan Aldiana yang membawahi tiga kampus tersebut sudah menyatakan bahwa akan mengembalikan uang mahasiswa dan tidak akan mengeluarkan ijazah yang bersangkutan.
"Dia juga janji tidak akan melakukan tindakan yang melanggar aturan perundang-undangan. Tapi kita akan terus cari bukti agar ini bisa ditindak secepatnya," ungkapnya.
Berdasarkan catatan Media Indonesia, Kemenristek Dikti sudah membekukan beberapa perguruan tinggi swasta (PTS). 4 PTS di Jawa Timur yakni IKIP PGRI Jember, Universitas Ronggolawe Tuban, IKIP Budi Utomo Malang, dan Universitas Nusantara PGRI Kediri.
Lainnya adalah STIE Adhy Niaga, University of Berkeley, University of Sumatera di Medan, Sumatera Utara, serta Universitas PGRI Kupang. Semuanya dibekukan lantaran terlibat praktik jual beli ijazah palsu. (Q-1)