Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
PENGEMBANGAN teknologi modifikasi cuaca (TMC) perlu diperkuat. Pasalnya, penggunaan teknologi itu terbukti bermanfaat, yakni mengatasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dan menyukseskan penyelenggaraan kegiatan besar seperti Asian Games.
“Karhutla menjadi problem yang terjadi setiap tahun. Puncaknya pada 2015, negara-negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia, protes karena terdampak asap dari karhutla di wilayah kita. Namun, dengan kerja sama semua pihak, termasuk penggunaan TMC untuk menurunkan hujan, kita dapat mengatasinya,” ujar Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristek), Mohamad Nasir, pada kunjungannya ke Posko Satgas Siaga Darurat Bencana Asap akibat Karhutla Provinsi Sumatra Selatan, di Palembang, Sumsel, Sabtu (27/10).
Ke depan, lanjut Menristek, TMC masih sangat diperlukan, selain untuk mengatasi karhutla juga untuk menanganani bencana hidrometeorologi (bencana terkait cuaca) seperti banjir dan longsor. Bahkan, TMC diperlukan untuk mendukung sektor pertanian.
Karena itu, pengembangan TMC akan dilakukan, termasuk mengatasi kendala seperti kekurangan armada pesawat. Saat ini Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sebagai satu-satunya pihak penyelenggara TMC baru punya dua pesawat TMC.
“Masalah kekurangan pesawat akan ditindaklanjuti. Kita bicarakan dulu dengan berbagai pihak terkait. Kalau Thailand saja beli pesawat buat TMC dari kita sampai 30 unit, masak kita tidak bisa menambah pesawat,” kata Menristek.
Kepala Balai Besar TMC BPPT Tri Handoko Seto menjelaskan terkait penanganan karhutla di Sumsel. Kegiatan TMC di provinsi itu telah dilakukan sejak 16 Mei lalu. Hingga Oktober ini, TMC sudah dilakukan sebanyak 240 kali selama total 216 jam dan berhasil menurunkan hujan sebanyak 872 juta meter kubik.
Kegiatan TMC juga dilakukan di Kalimantan Barat pada sejak Agustus lalu hingga Oktober ini dan menghasilkan air hujan sebanyak 472 juta meter kubik. “Kegiatan di Kalbar selanjutnya dihentikan karena curah hujan sudah cukup tinggi dan dirasa sudah aman dari gangguan asap akibat karhutla.”
Pelaksana Harian Kepala BPPT Wimpie Agoeng Noegroho menambahkan TMC juga telah dimanfaatkan untuk membantu pelaksanaan proyek-proyek infrastrustur, seperti pembangunan Tol Samarinda-Balikpapan.
“TMC digunakan untuk mengalihkan hujan dari area pembangunan tol sehingga selama 1,5 bulan daerah itu kering dari hujan. Sebelumnya pengecoran sulit dilakukan karena gangguan hujan,” katanya.
Dukung pertanian
Menristek juga mendorong agar ke depan penggunaan TMC diperluas untuk mendukung sektor pertanian. Menurutnya, TMC dapat diterapkan sebagai salah satu solusi mewujudkan kedaulatan pangan dengan upaya menambah curah hujan untuk menyuplai pasokan air irigasi pada 10 provinsi teratas penghasil beras Indonesia, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra Selatan, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Lampung, Sumatra Barat, Kalimantan Selatan, dan Banten. “Dengan TMC, waduk-waduk dapat diisi untuk keperluan irigasi,” cetus Menristek.
Dalam sejarahnya, TMC yang dulu dikenal dengan istilah hujan buatan berawal dari gagasan Presiden Soeharto untuk mendukung sektor pertanian, meniru yang sudah dilakukan di Thailand. Percobaan TMC di Indonesia dilakukan pertama kali di Bogor, Jawa Barat pada 1977. (H-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved