Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Indonesia 'Role Model' Kebebasan Pers yang Religius

Fathia Nurul Haq
25/10/2018 15:06
Indonesia 'Role Model' Kebebasan Pers yang Religius
(Ilustrasi)

MENJADI jurnalis sekaligus menjadi muslim adalah hal yang mungkin dilakukan di Indonesia, negara yang demokratis sekaligus berpenduduk mayoritas muslim.

Demikian simpulan penulis sekaligus profesor asal George Washington University, Janet Steele. "Itu sangat mungkin. Indonesia adalah role model yang sangat baik bagaimana jurnalisme di negara demokrasi, juga negara dengan afiliasi yang kuat terhadap Islam," ujar Steele dalam bedah buku yang ia tulis, Mediating Islam, di Ubud, Kamis (25/10).

Janet menghabiskan delapan tahun menyelesaikan studi etnografinya terhadap beberapa media cetak di Indonesia, di antaranya Tempo, Republika dan Sabili. Ia mengamati bagaimana jurnalis dengan afiliasi yang kuat terhadap agamanya yakni Islam dan juga profesinya yakni jurnalis menjalani kedua perannya dalam proporsi yang menarik.

Menariknya lagi, Janet melihat bukan hanya para jurnalis melainkan industri jurnalistik sendiri di Indonesia memuat banyak nilai dan pengaruh Islam dalam berkegiatan jurnalistik.

Berangkat dari salah satu pengalamannya dengan Tempo, ia sebutkan perbedaan nilai antara jurnalisme di barat dan di Indonesia. "Mereka bicara pada saya, Anda selalu bicara tentang kebebasan, tapi bagi orang muslim (yang notabene merupakan salah satu basis pembaca Tempo), keadilan adalah yang terpenting. Lalu saya katakan, well, itu poin yang menarik," kisah Janet.

Tempo dalam pandangan Steele merupakan media yang arusutamanya lebih independen. Di sisi lain, Republika yang juga menjadi subjek penelitiannya, lebih terang-terangan menunjukkan afiliasi religiusnya.

"Republika tidak pernah menyebutkan medianya sebagai media agamis, tetapi mereka lebih memiliki afiliasi yang ketara yang mana sangat cerdas," sebut Steele.

Dengan afiliasi yang demikian, menurut Steele, Republika meraih ceruk pasar muslim yang luas dan berhasil mengembangkan penetrasi pembacanya.

Namun, Steele mengungkat pada era keemasannya Republika bukan hanya tentang afiliasinya terhadap pembaca muslim. Mereka juga memanfaatkan afiliasi tersebut untuk memperoleh akses terhadap nara sumber yang lebih baik.

"Pada era Soeharto, banyak teman-teman saya membeli Republika, sebab koran itu mampu menulis tentang perpolitikan dengan lebih baik sambil menyodorkan pandangan keislaman yang menarik," jelas Steele.

Namun, disparitas gender di dalam redaksi Republika menurutnya amat ketara. Misalnya saja, Steele menjelaskan bahwa editorial di masa itu selalu ditulis oleh jurnalis laki-laki. Mereka menyediakan rubrik khusus bertitel leisure dimana penulisnya semua adalah perempuan.

Pada kadar tertentu, Steele memandang pengaruh keislaman dalam jurnalistik juga bisa berdampak negatif. Sabili menjadi salah satu contoh aktivitas jurnalistik yang ia maksud.

"Di Sabili, ada sebuah nilai umum yang .. bagaimana gitu ya, mereka menganggap mereka sangat penting. Hingga semua orang ingin memberikan pengaruh negatif, CIA, FBI, ekstremis Timur Tengah. Jurnalismenya sangan paranoid," ungkapnya.

Kendati, Steele menilai Sabili adalah pertanyaan yang belum terjawab. Sebabnya, dengan gaya jurnalistik yang paranoid seperti itu ia menemukan kehangatan tim redaksinya. "Mereka sangat baik pada saya, mereka menjawab semua pertanyaan saya. Saya tidak mengerti, mereka sama sekali tidak paranoid," sebut Steele.

Jurnalis senior Michael Vatikiotis menanggapi lingkungan jurnalisme di Indonesia sudah cukup ideal jika dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara. Sebut saja Malaysia dimana jurnalisnya cenderung lebih pasif dan depresif akibat tekanan pemerintah. "Dinamika di Indonesia lebih menarik. Di Malaysia, lupakan kebebasan. Jangan lupa tentang penjara," tukasnya.

Segala dinamika jurnalisme berafiliasi agama di Indonesia baginya harus digaungkan di dunia, untuk menepis stigma terhadap Islam yang memburuk lantaran terlalu terpatok pada dinamika Timur Tengah. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya