Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
KEMENTERIAN Sosial (Kemensos) melalui Direktorat Jenderal Penanganan Fakir Miskin (Ditjen PFM) menargetkan transformasi penyaluran
bantuan sosial (bansos) dari beras sejahtera (rastra) menjadi bantuan pangan nontunai (BPNT) akan selesai pada semester awal 2019.
Saat ini jumlah keluarga penerima manfaat (KPM) yang telah menerima bansos lewat BPNT sekitar 5,1 juta atau 57% dari total 15,5 juta KPM. Pada akhir tahun nanti diharapkan jumlahnya akan terus bertambah hingga 10 juta KPM atau berkisar 70% sampai 80%.
Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita optimistis target tersebut akan tercapai karena berbagai upaya telah dilakukan. Misalnya, bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mengoordinasi data penerima manfaat berdasarkan nomor induk kependudukan (NIK).
“Melalui transformasi BPNT ini, kita harapkan penyaluran bansos akan lebih baik karena tepat sasaran, tepat jumlah, tepat kualitas, tepat harga, tepat waktu, dan tepat administrasi,” ujarnya Mensos Agung Gumiwang Kartasasmita saat wawancara khusus dengan Media Group di Kantor Kemensos, Jakarta, Senin (15/10).
Namun, menurut Agus, yang terpenting ialah transformasi BPNT dapat berkontribusi terhadap upaya mempercepat penurunan angka kemiskinan. Data Badan Pusat Statistik menyebutkan angka kemiskinan di Indonesia saat ini 9,82%, atau yang terendah sepanjang sejarah.
“Targetnya di akhir 2019 bisa di angka 9,3%. Kalau per tahun bisa mengurangi 0,5%, itu sudah capaian yang luar biasa dan kalau kita konsisten dengan adanya penyempurnaan-penyempuraan seperti BPNT, saya kira ini akan tercapai,” tandasnya.
Di sisi lain, Direktur Jenderal PFM Kemensos Andi ZA Dulung mengatakan bahwa sejak digulirkan pada 2017, program BPNT sudah berjalan lancar. Dari total 514 kabupaten/ kota di Indonesia, saat ini sudah 106 kabupaten/kota yang menerapkan sistem penyaluran bansos dengan BPNT.
Kendati masih lebih banyak di daerah Jawa, Direktur Jenderal PFM berharap pada 2019 seluruh kabupaten/kota sudah memanfaatkan BPNT.
Diharapkan, masyarakat miskin dapat lebih memiliki kepastian memperoleh hak mereka, yaitu bansos senilai Rp110 ribu per bulan yang ditransfer melalui Kartu Keluarga Sejahtera yang diterbitkan Himbara.
“Selama ini waktu masih raskin ataupun rastra, kadang mereka terima tidak tepat waktu, bisa sebulan atau dua bulan kemudian. Kalau semua sudah pakai BPNT, tentu menjadi lebih baik,” ucapnya.
Sistem terintegrasi
Direktur Jenderal PFM mengakui seiring dengan penyempurnaan transformasi BPNT, masih terdapat beberapa kendala dan tantangan. Tantangannya ialah dari segi informasi teknologi (IT) yang mampu mempermudah KPM dalam memanfaatkan bansos yang diterimanya.
“BPNT itu kan program pemerintahnya lalu supaya sistemnya bisa sampai ke masyarakat lebih baik, tentu semua harus terintegrasi. Kalau masyarakat mau, jadi mereka bisa ambil itu (BPNT) dari rumah saja,” cetusnya.
Namun, membangun sistem terintegrasi itu tentu bukan hal yang mudah karena Kemensos membutuhkan kerja sama dengan pihak lain. Untuk itu, Kemensos menunjuk Koperasi Jaringan Masyarakat Indonesia Sejahtera sebagai mitra kerja sama.
“Dari awal saya sebutkan, koperasi ini dibentuk atas inisiatif Menteri Sosial dan Menteri Koperasi. Idenya dulu, kita ingin setiap Kube (kelompok usaha bersama) bikin koperasi dan itulah yang kita bentuk,” terang Agus.
Sistem terintegrasi yang diwujudkan dalam bentuk aplikasi tersebut akan diluncurkan pada awal November mendatang. Diharapkan, peluncuran secara nasional oleh Mensos itu dihadiri Presiden Joko Widodo.
Menurut Agus, inovasi program BPNT dan juga sistem yang terintegrasi itu merupakan bagian dari upaya Kemensos dalam menjalankan tugas selaku leading sector penanggulangan masalah kemiskinan. Selain fokus pada transformasi rastra ke BPNT, Kemensos terus meningkatkan kualitas dari PKH.
“Dari 10 juta KPM PKH, beberapa di antaranya sudah graduasi mandiri atau naik kelas. Itu artinya, mereka bisa keluar dari program bansos yang selama ini membantu kehidupan mereka secara ekonomi,” sebutnya.
Keberhasilan PKH menuju graduasi mandiri tidak lepas dari KUBE. Pasalnya, dengan mengikuti KUBE, para penerima manfaat PKH diberikan pelatihan bersama sehingga nantinya mereka dapat membangun usaha baru untuk hidup yang lebih mandiri dengan menjadi socialpreneur ataupun wirausaha.
“Jumlahnya saat ini memang masih sedikit, sekitar 30 ribuan dari 10 juta KPM. Namun, ke depan, kita harapkan para pendamping PKH bisa memotivasi mereka untuk hidup lebih mandiri dan meningkatkan rasio graduasi,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua E-Warong Kube PKH Tanjungrejo Bersatu Sri Sunarsih mengaku, sejak adanya program Kube, para ibu rumah tangga yang tergabung di dalamnya semakin semangat untuk maju bersama dan membangun kesejahteraan bersama.
“Kebutuhan sehari-hari di rumah tangga, bisa dicukupi dari E-Warong ini. Bahkan, kami juga tidak perlu repot datang ke E-Warong karena sudah ada layanan pengantaran,” tuturnya.
Dia menyebutkan, saat ini ada sekitar 500 peserta PKH yang terlayani di E-Warong Kube PKH Tanjungrejo Bersatu. Bahkan, layanan
yang diberikan sudah mampu menjangkau di luar Kelurahan Tanjungrejo, yakni di wilayah Kelurahan Mulyorejo.
“Kami berharap, program ini bisa terus dilanjutkan dan dikembangkan sehingga masyarakat kecil semakin
sejahtera dan mampu membangun kemandirian,” ungkap Sri Sunarsih. (Mut/S2-25)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved