Headline
Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.
Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.
LITERASI Indonesia masih berada di peringkat 60 dari 61 negara. Data literasi tersebut mencakup secara umum termasuk literasi gizi. Literasi gizi di Indonesia juga termasuk rendah bila dilihat dari angka lambat tumbuh kembang anak atau stunting yang masih tinggi.
Fakta ini disampaikan oleh Guru Besar Bidang Keamanan Pangan dan Gizi Fakultas Ekologi Institut Pertanian Bogor (IPB) Ahmad Sulaeman dalam diskusi bertema Literasi Gizi untuk Pangan dan Gizi Berkualitas yang diselenggarakan PT Frisian Flag Indonesia di Jakarta, Jumat (12/10).
Ahmad mengatakan dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, angka stunting di Indonesia sebanyak 37,2% atau sebanyak 9 juta anak.
Selain itu, masih dari data Riskesdas, juga ditemukan fakta 11% wanita usia subur (WUS) mengalami anemia yang disebabkan kurangnya zat besi.
"Literasi gizi di Indonesia masih rendah. Stunting masih tinggi, ibu atau wanita yang mengalami anemia juga tinggi. Kasus gizi buruk apakah sudah tuntas? Tentu belum. Inilah yang harusnya jadi perhatian kita," kata Ahmad.
Apalagi Indonesia sesungguhnya menjadi negara pemilik keanekaragaman hayati terbesar di dunia nomor dua setelah Brazil. Hal tersebut bisa diartikan bahwa variasi pangan di Indonesia sangat tinggi. Tetapi menjadi hal yang ironis karena Indonesia masih terbelit masalah pangan.
Literasi gizi menurut Ahmad bukan cuma soal memahami kandungan gizi tetapi juga sampai pada pengambilan keputusan pemilihan bahan pangan. Literasi gizi yang masih rendah ini membuat sebagian besar masyarakat tidak memandang makanan berkontribusi pada kesehatan.
"Karena ketidakpahaman tentang gizi masyarakat menjadi mengikuti banyaknya mitos tentang makanan, makanan tidak beragam, rentan jarang sarapan karena dianggap tidak penting, serta membuat kekeliruan tentang makanan yang menjadi prioritas," ungkapnya.
Akibat latennya adalah meski makan cukup, belum tentu kecukupan gizi bisa terpenuhi. Justru yang terjadi adalah kekurangan gizi atau sebaliknya yakni obesitas.
Kemampuan finansial serta perkembangan teknologi pun tidak serta merta membuat masyarakat kota lebih baik gizinya dibanding masyarakat desa. Menurutnya gaya hidup masyarakat kota yang telah bergeser saat ini justru bisa membuat terjadinya fenomena kurang gizi terselubung.
"Jangan kira yang di kota sudah modern juga literasi gizinya sudah bagus. Karena literasi gizi bukan hanya pada pengetahuan tapi juga pada keputusan pemilihan makanan," terangnya.
Hal ini pun membuat tren penyakit semakin bergeser. Pada 1990 penyakit yang berkembang dan bisa mematikan lebih banyak didominasi oleh penyakit menular. Tetapi pada era 2000-an penyakit yang naik jumlahnya justru penyakit tidak menular. (X-12)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved