Headline

RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian

Fokus

Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.

Kontrol Literatur Dosen dan Mahasiswa

Syarief Oebaidillah
05/10/2018 22:45
Kontrol Literatur Dosen dan Mahasiswa
(DOK HUMAS KEMENDES )

PENAMBAHAN pembelajaran agama di fakultas umum perguruan tinggi keagamaan Islam negeri (PTKIN) belum mendesak. Selain belum tentu efektif, sebaiknya memastikan pembelajaran agama tidak menjadi transformasi pemikiran radikal.

"Menurut saya, bukan harus menambah volume pendidikan agama, tetapi harus memastikan bahwa pembelajaran agama bukan sebagai sarana transformasi pemikiran-pemikiran radikal para mahasiswa kita," kata Rektor Universitas Islam (UIN) Syarief Hidayatullah Jakarta Prof Dr Dede Rosyada, Kamis (4/10).

Ia mengatakan itu menjawab Media Indonesia terkait dengan hasil penelitian UIN Syarief Hidayatullah Jakarta yang diungkapkan Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar.

Menurut Nasaruddin, mahasiswa fakultas umum PTKIN paling rentan terpapar paham radikalisme sebab kurang memiliki pemahaman komprehensif tentang Islam.

Kondisi tersebut berbeda dengan mahasiswa fakultas ushuluddin yang mendalami secara komprehensif tentang agama Islam melalui tafsir hadis dan Alquran sehingga ketika mereka terpapar paham radikalisme, mereka tidak memiliki pegangan yang cukup untuk menangkisnya.

Oleh karena itu, ujarnya, perlu menambah bobot mata kuliah agama. Ia juga mendorong agar mata pelajaran agama sejak SD hingga SMU ditambah.

Menurut Dede, yang harus dikontrol fakultas dan program studi ialah kurikulum yang akan mengantarkan para mahasiswa untuk berpikir inklusif, moderat, dan toleran. Namun demikian, sebaik-baik kurikulum, tidak akan mampu mengantarkan mahasiswa menjadi moderat jika literatur yang mereka bacaialah literatur keagamaan yang ekslusif.

Oleh karena itu, lanjut Rektor UIN Syarief Hidayatullah, fakultas dan program studi (prodi) harus mengontrol literatur yang dipakai dosen dan mahasiswa.

"Fakultas serta prodi mesti pula mengontrol kegiatan kemahasiswaan. Jangan sampai mereka kontak atau terpapar dengan kalangan tertentu yang beraliran radikal," tegasnya.

Berdasarkan hasil penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap tujuh PTIN di 11 fakultas pada 2012 menemukan yang terbanyak terpapar radikalisme ialah mahasiswa Fakultas Dirasat Islamiyah, yakni 40,3%.

Pandangan moderat

Namun, senada dengan Dede, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah juga menilai wacana penambahan pembelajaran agama belum perlu dilakukan. Pasalnya, selama ini pendekatan lebih kognitif yang menekankan pada aspek ritual dan ibadah formal.

"Selama ini masalah pendidikan Agama bukan karena jam belajar yang kurang, tetapi pendekatan dan isinya yang kognitif serta terlalu menekankan aspek ritual dan ibadah formal," kata Sekjen PP Muhammadiyah Abdul Muti.

Yang lebih penting untuk dilakukan, ujarnya, ialah meningkatkan kualitas pembelajaran agama dan penanaman nilai-nilai toleransi melalui pendekatan sosial.

Sementara itu, Direktur Maarif Institute Abdullah Darraz mengatakan, penambahan pembelajaran agama di fakultas umum belum perlu.

"Yang harus diperluas adalah interaksi mahasiswa dengan pandangan-pandangan moderat. Dan itu tidak perlu dilakukan dengan menambah jam di kelas, melainkan dibuatkan sistem yang mendukung agar pandangan-pandangan moderat dan progresif dapat berkembang dengan baik," katanya. (H-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik