Headline

Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.

Fokus

Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.

Greenpeace : Sampah Kemasan Makanan dan Minuman Paling Banyak Ditemukan di Pantai

Indriyani Astuti
05/10/2018 16:35
Greenpeace : Sampah Kemasan Makanan dan Minuman Paling Banyak Ditemukan di Pantai
(ANTARA)

PRODUSEN harus bergerak mengurangi dan menghentikan penggunaan plastik sekali pakai. Urgensi itu diperkuat dengan temuan dari audit merek sampah plastik yang dilakukan Greenpeace Indonesia bersama dengan sejumlah komunitas lokal pada pertengahan September di tiga lokasi.

Ketiga lokasi meliputi Pantai Kuk Cituis (Tangerang), Pantai Pandansari (Yogyakarta), dan Pantai Mertasari (Bali).

Greenpeace merinci sampah plastik yang kemasan produk bermerek paling banyak ditemukan yakni pertama kemasan makanan dan minuman, kemudian bekas kemasan produk perawatan tubuh, dan produk kebutuhan rumah tangga.

"Ada 797 merek dari sampah plastik yang kami temukan dari tiga lokasi, di mana yang terbesar adalah merek-merek makanan dan minuman (594 merek), kemudian merek-merek perawatan tubuh (90), kebutuhan rumah tangga (86), dan lainnya (27),” kata Muharram Atha Rasyadi, Jurukampanye Urban Greenpeace Indonesia di Jakarta, Jumat (5/10).

Ia mengatakan jumlah sampah yang mereka kumpulkan dari tiga lokasi tersebut sebanyak 10.594 kemasan.

Dari hasil audit merek, imbuhnya, Greenpeace menemukan kemasan produk-produk dari Santos, P&G dan Wings sebagai yang terbanyak dari kegiatan bersih pantai dan audit merek di Pantai Kuk Cituis (Tangerang). Kemudian, Danone, Dettol, Unilever di Pantai Mertasari (Bali). Selanjutnya, Indofood, Unilever, Wings di Pantai Pandansari (Yogyakarta).

Sampah-sampah plastik tersebut bisa berasal dari masyarakat sekitar, serta dari tempat yang jauh yang kemudian terbawa arus.

“Kami juga menemukan cukup banyak sampah plastik yang tidak lagi terlihat mereknya. Ini mengindikasikan bahwa sampah tersebut sudah lama terbuang dan berada di lingkungan tersebut,” Atha menerangkan.

Ia mengatakan secara global, hanya 9% sampah plastik yang didaur ulang dan 12% dibakar. Dengan kata lain, 79% sisanya berakhir di tempat-tempat pembuangan maupun saluran-saluran air seperti sungai yang bermuara ke lautan.

Merujuk pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, khususnya Pasal 15, menurut Atha produsen harus bertanggung jawab atas sampah kemasannya, terutama dengan mengubah model bisnisnya untuk mengurangi dan menghentikan penggunaan kemasan plastik sekali pakai.

"Produsen mempunyai tanggung jawab besar untuk menyelesaikan masalah sampah plastik yang mereka ciptakan," tegasnya.

Sementara itu, pemerintah diminta tegas terhadap para produsen. Kebijakan pemerintah, menurut Atha, belum kuat.

Disahkannya Peraturan Presiden No 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut, imbuh dia, belum tegas mendorong produsen untuk mengubah kemasannya menjadi dapat digunakan secara terus-menerus atau diisi ulang. Beleid tersebut mengutamakan produksi plastik yang mudah terurai dan dapat didaur ulang, dalam arti lain, masih sekali pakai.

“Bila kebijakan perusahaan dan pemerintah hanya sebatas daur ulang dan menggunakan plastik ramah lingkungan, maka target Indonesia mengurangi 70% sampah plastik di lautan pada 2025 hanyalah sekadar angan-angan,” tegas Atha. (A-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik