Headline
Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan
Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah
GEMPA berkekuatan 7,4 SR serta tsunami yang melanda Donggala dan Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (28/9), menambah daftar baru rentetan bencana yang melanda Pulau Sulawesi. Sumber gempa tersebut nyatanya merupakan salah satu sesar teraktif dan terbesar yang ada.
"Banyak sekali titik rawan gempa di Sulawesi. Gempa kali ini akibat aktivitas sesar Palu Koro yang gerakannya saling menggeser. Palu Koro rentan sekali. Pergerakan di sekitarnya mencapai 3 cm per tahun," kata Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Sukmandaru Prihatmoko di Jakarta, Sabtu (29/9).
Dia bersama sejumlah ahli geologi Indonesia lainnya tergabung dalam Tim Ekspedisi Palu Koro yang saat ini tengah merampungkan riset kegempaan di wilayah Sulawesi. Mengutip sejumlah riset yang pernah ada, Sukmandaru mengatakan sesar Palu Koro tergolong aktif dilihat dari catatan sejarahnya. Gempa hebat pernah terjadi pada 1907 dengan kekuatan 7,7 SR.
Panjang sesar Palu Koro sekitar 500 km. Sesar memanjang dari Selat Makassar hingga pantai utara Teluk Bone. Di wilayah Palu, segmen sesar ini berada di wilayah daratan hingga ke lembah Pipikoro. Patahan sesar juga menyambung dengan sesar Matano di sebelah timur.
Kerawanan yang sebelumnya tak terpetakan secara rinci itulah yang mendorong tim ekpedisi melakukan penelitian sejak 2016. Kejadian gempa hebat, kata Sukmandaru, biasanya memiliki pola. Ada siklus 100 tahunan dengan toleransi perkiraan 10-20 tahun. Nyatanya, 117 tahun setelah gempa hebat pada 1907 lalu, gempa besar kini kembali terjadi.
"Ini terjadi lebih cepat dari perkiraan kami. Sejak 1964 hingga 2005 banyak gempa terjadi terutama di sekitar sesar Palu Koro," ucapnya.
Tsunami yang melanda Palu menurutnya juga di luar dugaan mengingat tsunami lazimnya terjadi akibat tumbukan antar lempeng. Namun, gempa yang memicu tsunami di Palu gerakan patahannya bersifat menggeser (lateral sliding).
Menurutnya, ada beberapa kemungkinan yang perlu dikaji lanjut. Pertama, gerakan mendatar menyebabkan longsoran tebing di bawah laut dan memicu tsunami. Kedua, gerakan patahan memicu bergeraknya sesar naik (thrust) yang ada di sekitar sesar Palu Koro. Ketiga, ada flower structure yang terkait dengan sesar Palu Koro.
Ketua Tim Ekspedisi Palu Koro, Trinirmalaningrum, mengatakan kerawanan Indonesia dalam hal gempa tak terelakkan. Hal itu kian menegaskan bahwa mitigasi dan antisipasi bencana amat dibutuhkan. Gempa hebat di Donggala, juga di Lombok beberapa waktu lalu, menjadi pelajaran yang amat berharga.
Sayangnya, lanjut dia, pemerintah daerah belum optimal dalam mitigasi bencana. Investasi terhadap mitigasi bencana minim. Selama ini, dia menilai upaya soal kebencanaan hanya fokus pada penanganan pascabencana.
"Rencana kontijensi bencana, bukan hanya wajib dimiliki daerah tapi juga harus dilaksanakan. Potensi bencana kita banyak tapi rencana mitigasi minim. Padahal, warga harus tahu berbuat apa dan pergi ke mana ketika terjadi bencana sehingga korban bisa minimal," ujarnya.
Dia menambahkan kepercayaan terhadap sains juga perlu dibangun. Menurutnya, peneliti masih kerap dipandang sebelah mata ketika memaparkan riset mengenai potensi bencana.
"Kami juga menyampaikan riset secara hati-hati tidak sembarangan," ucapnya. (X-12)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved