Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Ibu “Stuntwoman” Lontar Jumrah 343 Kali

Ade Alawi dari Arab Saudi
14/9/2018 07:04
Ibu “Stuntwoman” Lontar Jumrah 343 Kali
(MI/Ade Alawi)

MALAM kian larut, bahkan menjelang subuh, perempuan berseragam Petugas Haji Indonesia 2018 itu masih melontar Jumrah Aqabah di Jamarat, Mekah, Arab Saudi. Hingga adzan subuh berkumandang, beberapa botol air mineral yang diisi batu kerikil masih penuh.

Maklum perempuan yang bertugas sebagai Pembimbing Ibadah Jemaah Uzur (PIJU) di Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Mekkah itu membadalkan alias menggantikan jemaah haji yang berhalangan melontar jumrah karena sakit. Jumlahnya lumayan banyak, 7 (tujuh) jemaah uzur. Bila ditambah dengan dirinya berarti total 8, karena dia pun menjalani prosesi ritual rukun Islam kelima ini.

Dialah Afifah Kamaruttamam, meski sempat terhuyung kelelahan saat melakukan jumrah Aqabah, karena kebanyakan melontar. Namun, dia menguatkan dirinya bahwa untuk menuntaskan pelontaran. Ternyata Afifah sukses menjadi “stuntwoman” alias pemeran pengganti perempuan pada 10-12 Dzulhijjah.

“Alhamdulillah saya bisa menyelesaikan pelontaran jumrah. Total batu yang saya lontar 343 batu,” kata Afifah menceitakan pengalamannya di KKHI Mekkah, Kamis (13/9).

Saat ditanya kenapa banyak sekali melempar setannya, Afifah memberikan rincian sebagai berikut; pertama pada 10 Dzulhijjah melontar Jumrah Aqabah untuk 7 pasien ( 7 orang x 7 batu = 49 lontaran), kedua, pada 11 Dzulhijjah melontar Jumrah Ula, Wustha dan Aqaba untuk 7 pasien (3 jumrah x 7 org x 7 batu = 147 lontaran). Ketiga, pada 12 Dzulhijjah melontar Jumrah Ula, Wustha dan Aqaba untuk 7 pasien ( 3 jumrah x 7 org x 7 batu = 147 lontaran). Tak hanya melontar, Afifah juga membadalkan Tawaf Ifadhah dan Sa’i.

“Total putaran tawaf sebanyak 35 dan Sa’I 35 putaran karena harus membadalkan 5 orang jemaah uzur,” ujar perempuan yang hobi travelling ini.

Menurutnya, peran pengganti yang dilakukannya merupakan bagian dari komitmen sebagai Petugas Haji yang bekerja di bidang bimbingan ibadah jemaah uzur.

“Meskipun pasien terbaring tak berdaya tapi Pemerintah wajib melengkapi ritual ibadah haji pasien. Yang bertanggung jawab dengan kelengkapan ibadah pasien ini adalah Bimbad (Bimbingan Ibadah) dan ujung tombaknya yang langsung bersinggungan dengan pasien adalah PIJU (Pembimbing Ibadah Jemaah Uzur,” ungkap pegawai Kemenag bagian Penyelenggaraan Haji dan Umrah ini.

Dia mengaku senang bisa membantu jemaah yang terkendala dengan kesehatannya.

“Meskipun pegalnya terasa sampai tiga hari dan kaki sampai melepuh. Berasa juga ketika mencari batu hingga hampir 400 biji itu, pinggang pegal,” tuturnya.

Pelaksana Bimbingan Ibadah Kantor Urusan Haji Daerah Kerja Mekkah Mohammad Adnan mengatakan semua petugas yang bekerja di bidang Bimbad, khususnya Tim PIJU mendapat tugas sebagai pembadal jemaah uzur.

“Tim PIJU jumlahnya ada enam orang. Dua petugas dari Kemenag pusat dan empat mahasiswa Timur Tengah yang direkrut di Mekkah. Mereka bekerja selain memberikan bimbingan ibadah untuk jemaah uzur/sakit, juga memberikan motivasi hingga membadalkan ibadah haji jemaah tersebut,” katanya.

Adnan mengusulkan kepada pimpinan perlunya penyediaan dana untuk pembadal pelontaran jumrah, tawaf dan sa’I, karena petugas badal tidak bisa bekerja sembarangan dan membutuhkan tenaga ekstra.

“Mereka melengkapi ibadah jemaah uzur. Kebijakan ini (pemberian honor) sejak 2012 tidak ada. Padahal sebelumnya pernah ada, kemudian hilang seiring pergantian pimpinan,” jelasnya.

Melontar jumrah merupakan bagian dari wajib haji, di mana jika tidak dikerjakan hajinya tetap sah namun membayar dam (denda). Sedangkan tawaf ifadhah (mengelilingi Kabah 7 putaran) dan sa’I (berlari kecil 7 putaran) dan tahallul (memotong rambut) merupakan bagian dari rukun haji.

Rukun haji adalah amalan yang harus dilakukan Jemaah haji dan tidak dapat digantiukan dengan dam. Jika tidak dikerjakan maka hajinya tidak sah. Terkait pelontaran jumrah, Afifah berpendapat, melempar jumrah pada hakekatnya membuang sifat-sifat buruk (sifat setan dan iblis) pada diri kita sendiri.

“Jadi, bukan bermaksud menyakiti setan atau membunuhnya karena setan atau iblis akan selalu ada sampai akhir zaman,” pungkasnya.(OL-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya