Headline
Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.
Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.
PEPATAH lawas yang mengatakan, Kasih Ibu Sepanjang Masa, Kasih Anak Sepanjang Galah, tidak berlaku bagi Tugiman,57, PNS di Dinas Kesehatan Hewan Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.
Pada masa pelontaran jumrah ini, Tugiman mendorong kursi roda Ibunda tercinta, Nunik Suryani, 76, pada masa pelontaran jumrah pertama ke Aqabah hingga ke dua (jumrah ula, wustha, aqabah) total 20 km.
Masa pelontaran jumrah pertama, dia mendorong sang Ibunda dari maktab (tenda) 49 di Mina hingga ke Jamarat, lokasi pelontaran jumrah. Kemudian dari Jamarat ke Hotel Manazel Al Haur (704) di Aziziyah, Mekah, ke Masjidil Haram naik taksi.
Tapi, balik dari Haram usai menunaikan thawaf ifadhah dan sa'i ke Jamarat sepanjang 6 km, Tugiman memilih mendorong Ibunya menyusuri jalan beraspal di tengah sengatan matahari kota Mekah yang mencapai suhu 43 derajat celcius.
Selanjutnya pada pelontaran jumrah yang kedua, Tugiman harus bolak balik Mina-Jamarat sepanjang 4 km.
Rencananya, pada pelontaran jumrah yang ketiga pada Kamis (23/8) bertepatan dengan 12 Dzulhijjah, pria berpostur tinggi ini akan kembali mendorong ibunya, Mina-Jamarat (PP) sepanjang 4 km.
Tugiman jauh-jauh hari memang sudah siap mendorong Ibunya. "Sebelum berangkat haji, saya latihan jalan setiap pagi di kampung rata-rata 6 km," kata Tugiman di Jamarat, Rabu (22/8).
Tugiman terbang ke Kota Suci melalui embarkasi Solo (SOC 38).
Meski jauh mendorong kursi roda ibunya, menurut Tugiman, harus dilakoni dengan senang hati.
Pasalnya, kata dia, apa yang dia lakukan belum seberapa dibandingkan perjuangan ibunya, melahirkan, mendidik, dan membesarkannya hingga kini menjadi PNS dan berkeluarga.
"Saya bersyukur punya ibu yang tak pernah marah. Segala nasihatnya dengan contoh," ujar Tugiman.
Nunik Suryani, Ibunda Tugiman, mengaku bangga terhadap 4 anaknya, termasuk Tugiman, anak sulung.
"Alhamdulillah, anak saya menurut semua sama orang tua. Saya ngak pernah marah sama anak-anak. Paling ya saya tegur," ujarnya.
Nunik ditinggal suaminya, Suparno, lima tahun lalu. Sejak saat itu dia mengambil alih nakoda dalam keluarga.
Kini, di Tanah Suci, dia harus menggunakan kursi roda atas saran dokter di embarkasi Solo karena terdapat pembengkakan jantung. "Saya boleh ke haji dengan syarat harus pakai kursi roda dan ada pendamping. Ya, anak saya ini yang terus dampingi," kata Nunik.
Kerja keras pensiunan guru ini membuahkan hasil secara akademik.
Anak bungsunya, Evi Hapsari Handayani,40, adalah dosen di Institut Teknologi Surabaya. Dia mengampu mata kuliah geodesi dan sebentar lagi meraih gelar doktor di salah satu Universitas di Jepang.
Apa doa spesial nenek yang memiliki 8 cucu ini di Baitullah. "Saya berdoa semoga anak dan cucu saya semuanya jadi anak yang soleh dan solehah," pungkasnya. (X-10)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved