Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
DUA jam mencekam, saat badai melanda Arafah, Arab Saudi, Minggu (19/8) sore. Ekspresi jemaah haji Indonesia pun bermacam-macam. Ada yang panik hingga berhamburan ke luar tenda. Ada yang berlindung di toilet. Ada pula yang mengamankan diri di bawah pohon mindi, sebutan untuk pohon yang ditanam Proklamator Bung Karno. Ada juga yang sibuk telpon atau video call dengan keluarga di Tanah Air.
Namun, ada pula yang tetap diam di dalam tenda sambil berdzikir seperti jemaah di maktab 58. Mereka memilih berada dalam kegelapan tenda sembari terus mengumandangkan asma Allah.
Petugas memang sengaja mematikan jaringan listrik untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Di maktab 58, sebanyak 200 jemaah yang berasal dari kloter JKG 23 secara spontan ada pembagian tugas. Sebagian besar jemaah perempuan berdzikir, sementara beberapa jemaah yang masih muda menahan pintu tenda dari terjangan badai.
"Kami berempat sibuk mengamankan pintu agar tertutup dengan mengganjalnya pakai kursi roda. Tapi dua buah kursi roda terpental ke jalan. Salah satu teman terjungkal karena berusaha menduduki pintu tenda," kata jemaah dari Tanjung Priok, Jakarta Utara, Pipih Hopipah.
Konsultan Ibadah Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi 1439H/2018M, Masrur Ainun Najih, mengatakan peristiwa alam yang menimpa kawasan Arafah menguji keimanan kita.
"Dari ujian itu bagaimana kita melihat sifat orang. Anda lihat sendiri kan bagaimana gaya setiap menghadapinya," katanya.
Menurutnya, bagaimana musibah yang datang hendaknya semakin mendekatkan kita kepada Sang Khalik.
"Kalau kita bandingkan dengan musibah gempa Lombok, NTB, nggak ada apa-apanya badai tadi malam (minggu malam)," tandasnya.(OL-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved