Headline

Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.

Fokus

Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.

Perubahan Lingkungan Bisa Picu Stress bagi Jamaah Haji Lansia

Indriyani Astuti
29/7/2018 10:45
Perubahan Lingkungan Bisa Picu Stress bagi Jamaah Haji Lansia
(Ilustrasi--ANTARA/Aloysius Jarot Nugroho)

ORANG tua rentan dengan perubahan situasi lingkungan. Kerentanan akan semakin tinggi bagi jemaah yang memiliki penyakit yang menyertai sebab kondisi tersebut akan meningkatkan risiko stress bagi jemaah tersebut. Hal itu disampaikan Miftakhul Huda yang menangani pasien psikiatri di Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) di Madinah melalui siaran pers, Minggu (29/7).

Menurut Huda, kasus psikiatri umumnya dipicu kondisi sosial dan lingkungan yang sangat berbeda antara Saudi dan Indonesia.

Banyak jemaah haji harus beradaptasi dengan lingkungan dan kondisi sosial yang baru. Selain itu, dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit juga dapat menyebabkan jemaah haji mengalami perubahan tingkah laku.

"Jika sudah mengalami gangguan psikiatri yang berat, dapat dipastikan jemaah haji akan digantikan dan tidak bisa menjalankan ibadahnya dengan baik," ujarnya.

Huda menyatakan pasien psikiatri sebagian besar berumur di atas 60 tahun. Menurutnya, para Lansia tidak mudah beradaptasi dan belajar hal-hal baru.

“Kita tidak dapat mengatakan pasien itu demensia sebelum diperiksa. Bisa saja dia ke sini karena gangguan adaptasi atau culture shock syndrom. Perbedaan antara kondisi di Indonesia dengan kondisi di sini. Mereka ke sini bertemu dengan kebiasaan dan budaya yang berbeda,” kata Huda.

Huda mencontohkan beberapa kondisi yang memerlukan adaptasi dalam waktu cepat, misalnya penggunaan toilet, bentuk hotel dan kamar hotel yang sama.

Jamaah berusia lanjut, sulit mengenali dan mengingat pintu-pintu yang sama. Apalagi mengingat pintu keluar di masjid nomor berapa sehingga mereka sering kali lupa dan bingung.

Huda mengimbau, ketika sampai di Tanah Suci, jemaah harus tenang.

“Tidak usah khawatir, yang penting jangan terpisah dari rombongan. Kalau ada masalah kesehatan di sini bisa tanya petugas karena kita ada di sekitar Nabawi,” ujar Huda.

Ia mengatakan auhu di Makkah pada saat di Armina akan mencapai kurang lebih 53 derajat Celcius tentu keadaannya lebih berat daripada di Madinah yang suhunya sekitar 43 derajat.

Oleh karenanya, jemaah perlu menyiapkan mental bahwa di sana harus sehat. Diniatkan secara kuat bahwa jamaah dapat melaksanakan ibadah tersebut.

“Mensugesti diri sendiri bahwa kita dapat melaksanakan ibadah haji akan dapat memberikan semangat untuk menjaga kesehatan”, terang Huda.

Selain kesiapan mental, kesiapan fisik juga perlu disiapkan. Istirahat yang cukup, membawa obat-obatan yang dianjurkan dari Tanah Air.

"Bila ada keluhan dapat memeriksakan ke dokter kloter atau bila agak berat dapat dikonsultasikan di KKHI. Gunakan APD. Banyak makan buah-buahan dan banyak minum supaya tetap sehat,” terangnya.

Huda menyebutkan jemaah berisiko tinggi dengan masalah psikiatri sebetulnya dapat dikenali sejak di Tanah Air, misalnya mudah lupa atau sering lupa di mana menaruh barang. Di samping itu, dehidrasi dianggap dapat menjadi salah satu faktor yang memperberat kondisi pasien.

“Dia sudah tua, iklim di sini beda. Di Indonesia tropis di sini panas, kelelahan, kurang cairan. Di negara lain merasa sendiri, tidak ada orang yang dikenali, kesulitan dalam berbahasa, jauh dari keluarga, ini mempengaruhi peningkatan stresnya. Apalagi saat terpisah dari rombongan dan tidak dapat berkomunikasi dengan handphone. Ini akan memperberat stressor bagi Lansia,” terang Huda lebih lanjut.

Berbeda dengan orang yang masih muda, Huda mengatakan orang yang berusia muda akan mudah beradaptasi yaitu dengan cara bertanya.

Kepada para jemaah khususnya jemaah Lansia, Huda berpesan agar jangan berpisah dari rombongan. Apabila ingin berpergian harus ada yang mendampingi minimal satu orang yang bisa berkomunikasi dan berani bertanya.

"Jangan lupa bawa minuman dan uang secukupnya, tidak lupa jika pergi izin kepada ketua regunya atau kepada teman satu kamar agar jika ada apa-apa bisa dibantu dan diinformasikan kepada petugas,” kata Huda.

Sementara itu, bila menemukan pasien yang stres, Huda menganjurkan agar para jamaah ataupun petugas haju menolongnya dengan memberikan kenyamanan kepada jemaah tersebut.

“Berikan kepercayaan bahwa dia tidak sendiri di sini. Ada kita. Kita memberikan jaminan. Selanjutnya kita lihat kebutuhan pasien. Misalnya dia butuh minum maka kita bantu sesuai dengan kebutuhannya,” tambahnya.

Ia mengatakan sejak 17 Juli 2018 lalu, Klinik Kesehatan Haji Indonesia telah merawat 17 pasien psikiatri, sebanyak 7 pasien telah kembali ke pondokan, dan 4 pasien dipindahkan ke Makkah. Jamaah yang paling banyak dirawat adalah laki laki. (OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya