Headline

Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

15% Penduduk Diprediksi Sakit Jiwa pada 2020

Tosiani
04/4/2018 16:30
15% Penduduk Diprediksi Sakit Jiwa pada 2020
(MI/ BARY FATHAHILAH)

SEDIKITNYA 15% penduduk diprediksi akan mengalami gangguan kejiwaan pada 2020 mendatang. Kondisi ini amat memprihatinkan dan perlu diantisipasi sebelumnya.

Demikian disampaikan Dr AAAA Kusumawardhani dari Departemen Psikiatri Universitas Indonesia saat berbicara dalam diskusi publik di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta, Rabu (4/4).

"Ini prediksi, 15% penduduk akan mengalami gangguan kejiwaan pada 2020. Saat ini, riset kesehatan dasar dari Kementerian Kesehatan menyebut, orang dengan gangguan kejiwaan (mental illness) berat mencapai 1,7%," kata dia.

Mereka, kata Kusumawardhani, akan jadi beban bagi negara di masa mendatang. Karenanya, hal ini perlu diantisipasi sebelumnya.

Dikatakan, orang dengan gangguan jiwa sering kali menderita bukan hanya karena sakitnya. Mereka lebih menderita karena stigma dalam masyarakat, pemerintah, petugas kesehatan, dan media.

"Stigma itu yang membuat mereka kurang dihargai. Karena seringkali mereka menunjukan perilaku kekerasan sehingga diabaikan lingkungannya,"ujar dia.

Menurut dia, memang banyak pasien gangguan jiwa melakukan kekerasan tapi lebih banyak yang tidak melakukan kekerasan. Jadi sebagian kecil saja yang terekspos. Di media, mereka jadi alat yang gampang mengubah persepsi masyarakat, seolah mereka keras dan bahaya. Padahal hanya sebagian kecil saja.

Sebagian besar kekerasan dilakukan oleh orang tidak dengan gangguan jiwa. Mereka malah mengalami kekerasan dan stigma dari lingkungannya, pemerintah, prtugas kesehatan.

Mereka yang mengalami gangguan jiwa sudah memiliki kerentanan tertentu. Makin tinggi daya tahan seseorang maka akan bisa bertahan untuk tidak mengalami gangguan jiwa. Jadi ada kondisi yang melatar belakanginya.

"Penelitian 85-90% kekerasan di komunitas tidak berhubungan dengan gangguan jiwa berat. Jadi walau gangguan jiwa dihilangkan, tetap ada kekerasan di masyarakat," katanya

Ia menambahkan, kekerasan juga bisa didukung penyalahgunaan zat ataupun alkohol memicu kekerasan. Riwayat kriminalitas juga memiliki asosiasi kekerasan di masa mendatang. Mereka yang mengalami gangguan jiwa tidak serta merta akan melakukan kekerasan. Kemampuan seseorang merencanakan juga merupakan faktor risiko. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya