Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
BERAGAM hoaks atau berita bohong tanpa data dan sumber yang jelas terkait kesehatan semakin banyak beredar beberapa waktu terakhir.
Dokter RS Siloam Purwakarta Vidie Aseanto Tanessia dalam seminar Membedah Hoax Kesehatan, di Jakarta, Sabtu (31/3), menuturkan dari beragam hoaks terkait kesehatan, terkadang kerap dipercaya hingga turun temurun.
Berikut beberapa info tentang kesehatan yang kerap dipercaya turun temurun tetapi sesungguhnya adalah hoaks;
1. MSG bikin bodoh
MSG atau Monosodium Glutamat banyak dipercaya sebagai bahan campuran makanan yang berbahaya. Berbagai info terkait MSG tersebar di masyarakat. Yang paling ramai terdengar ialah jika MSG dapat menyebabkan kebodohan bagi yang mengonsumsinya.
Faktanya, hal tersebut ialah hoaks. Hingga saat ini belum ada penelitian mengenai dampak MSG yang dapat menyebabkan kebodohan.
"Itu tidak benar belum ada penelitiannya. Hanya memang segala sesuatu yang berlebihan tidak baik," ujar Vidie.
Dikatakan Vidie, aturan umum mengonsumsi MSG yang aman ialah 60 mg/ 1 kg berat badan. Rata-rata dalam satu porsi makanan, penggunaan MSG hanya 0,5 mg sampai 2 mg.
"Jadi tidak ada masalah. Kecuali kalau memang dia ada alergi, itu lain lagi," ujar Vidie.
2. Kerokan sembuhkan masuk angin
Di Indonesia, kegiatan kerokan, atau membuat garis kemerahan pada punggung dengan menggunakan benda keras, seperti koin, sudah sangat tidak asing.
Umumnya, kerokan identik dengan upaya membuat tubuh terbebas dari masuk angin. Padahal hal itu tidak benar atau merupakan salah satu hoaks yang secara turun-temurun terpelihara oleh masyarakat.
"Orang biasanya kalau dikerok terus merah itu berarti anginnya sudah keluar. Padahal sama sekali bukan itu," papar Vidie.
Ia mengatakan, bagian tubuh yang digosok atau dikerok memerah karena pecahnya pembuluh darah kapiler. Ketika pembuluh darah kapiler pecah, tubuh akan mengeluarkan senyawa kimia yang membuat tubuh dan otot-otot sekitar menjadi lebih rileks.
"Hal itu yang membuat tubuh merasa nyaman. Karena otot rileks. Bukan angin keluar," paparnya.
Ia mengatakan, tidak masalah melakukan kerokan, tapi hanya dalam frekuensi yang jarang dan tidak mengerok dengan terlalu keras. Karena kalau terlalu keras, kulit akan berpotensi mengalami luka di bagian dalam dan terputusnya jaringan kulit. Bila dibiarkan akan dapat menimbulkan infeksi pada tubuh.
3. Tusuk jari dengan jarum ketika stroke
Pengetahuan pertolongan pertama pada kondisi medis tertentu memang dibutuhkan. Namun, kerap juga terdapat kesalahan informasi. Salah satunya info terkait melakukan tusuk jarum pada bagian ujung jari dan telinga sebagai pertolongan pertama orang yang terserang stroke.
"Itu sama sekali tidak ada hubungannya. Orang stroke ya yang harus dilakukan membawa ke pusat kesehatan terdekat," tegas Vidie.
Dikatakan Vidie, pada pasien yang baru saja terserang stroke, penanganan sebaiknya dilakukan pada 6 jam pertama setelah serangan.
Bila terlambat, proses penyembuhan akan semakin lama. Sulit untuk membuat pasien dapat sembuh seperti semula. Bahkan, tidak jarang pasien meninggal dunia. (OL-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved