Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
PARA perempuan yang mengalami preeklamsia (eklamsia selama kehamilan), infeksi saluran kemih, dan kanker serviks, serta menderita lupus (autoimun) harus menyadari betul bagaimana menata penyakit-penyakit tersebut. Mereka berisiko terkena penyakit ginjal kronis (PGK).
Perempuan mempunyai kondisi khusus yang membuat mereka lebih berisiko terkena PGK. Bahkan, saat ini menjadi penyebab kematian ke-8 tertinggi pada perempuan dan hampir 600 ribu kematian setiap tahunnya.
Namun begitu, jumlah perempuan yang menjalani terapi pengganti ginjal melalui cuci darah (dialisis) lebih sedikit bila dibandingkan dengan penderita PGK pada pria.
Pendapat itu disampaikan Ketua Perhimpunan Nefrologi (Pernefri) dr Aida lydia SpPD-KGH pada seminar berkaitan peringatan Hari Ginjal Sedunia di Jakarta, pekan lalu.
Selain Aida, hadir pula pembicara lain, Dr Suskhan Djusad SpOG (K) dan Ketua Divisi Alergi Imunologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Dr Iris Rengganis SpPD-KAI.
Lebih lanjut, Aida menjelaskan setidaknya ada tiga alasan mengapa perempuan lebih sedikit menjalani dialisis daripada laki-laki.
"Pertama perjalanan PGK pada perempuan memang lebih lambat. Kedua hambatan psikososial, ekonomi pada pria, seperti rendahnya kesadaran akan penyakit ginjal mengakibatkan keterlambatan pasien menjalani dialisis dan ketiga akses pelayanan kesehatan yang tidak merata," jelas konsultan ginjal hipertensi itu lagi.
Sementara itu, ginekolog Suskhan Djusad menjelaskan preeklamsia saat kehamilan dapat menyebabkan komplikasi pada organ termasuk ginjal. Salah satu tanda preeklamsia, tambahnya, ialah tingginya tekanan darah pada ibu hamil dan sebagian besar hal itu tidak disadari.
"Preeklamsia biasanya muncul pada usia kehamilan minggu ke-20. Selain bisa menyebabkan PGK atau gagal ginjal, juga kematian ibu saat mengandung, bayi lahir prematur, dan gangguan pertumbuhan serta berat badan lahir rendah pada bayinya," ujar Suskhan.
Lupus nefritis
Dokter konsultan alergi-immunologi klinis Iris Rengganis mengatakan penyakit lupus juga dapat menyerang ginjal. Lupus, lanjutnya, merupakan penyakit autoimun yang paling banyak menyerang perempuan. Diduga, itu berkaitan dengan pengaruh hormonal.
"Hormon endogenus pada perempuan tidak terlalu dapat menerangkan terjadinya penyakit autoimun, tetapi faktor-faktor lainnya, seperti kehamilan dan menstruasi merupakan kondisi yang dapat menerangkan tingginya prevalensi lupus pada perempuan," jelasnya lagi.
Manifetasi klinis dari lupus, tambahnya, juga bervariasi, ringan hingga berat. Apabila sudah menyerang organ ginjal, itu disebut lupus nefritis.
Karena penyakit dasarnya ialah lupus, menurut Iris, yang harus ditangani lebih dulu ialah penyakit lupusnya. Kemudian mencegah agar jangan sampai pasien lupus jatuh pada kondisi gagal ginjal. Penanganan lupus salah satunya dengan pemberian obat imunopresan yang dapat menekan sistem imun serta steroid.
"Semua penyakit autoimun tidak bisa sembuh, tapi dengan remisi tanpa obat. Makanan diet pun harus diperhatikan tidak hanya lingkungan," ucapnya.
Lebih lanjut, Aida menambahkan, PGK adalah penurunan fungsi ginjal atau adanya kerusakan struktur ginjal progresif lebih dari tiga bulan. Penanda kerusakan ginjal di antaranya kelainan sedimen urine, gangguan elektrolit akibat gangguan tubulus (bagian ginjal yang berfungsi menyerap kembali glukosa, garam, air, dan asam amino), dan kerusakan struktur ginjal didapat dari pencitraan melalui ultrasonografi.
"Seseorang dikatakan gagal ginjal apabila fungsi ginjalnya hanya 15%," ujarnya.
Bagi pasien gagal ginjal, menurut Aida, sudah ada beberapa pilihan terapi, yakni hemodialisis yang menggunakan mesin (HD), peritonial dialisis atau terapi cairan peritonial (CAHD), terakhir transplantasi ginjal.
Aida menuturkan meskipun CAHD belum populer bagi kalangan masyarakat, banyak pihak mendorong agar terapi tersebut menjadi alternatif lain dalam layanan dialisis. CAHD dianggap lebih efisien dari segi biaya bila dibandingkan dengan HD yang harus dilakukan di fasilitas tingkat kesehatan. (X-7)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved