Headline

Bansos harus menjadi pilihan terakhir.

Jurnal Internasional Guru Besar Terhambat Bahasa

26/2/2018 09:25
Jurnal Internasional Guru Besar Terhambat Bahasa
()

MASALAH tidak produktifnya sejumlah guru besar di Indonesia untuk menulis di jurnal terutama jurnal internasional bukan persoalan sederhana yang solusinya tidak sesederhana dan tuntas lewat ancaman pencabutan insentif.

"Tentu ini bukan soal sederhana karena memang kompleks sifatnya. Salah satu misalnya tidak semua PT punya program S-3 yang berbasis riset sehingga dosen tersebut habis waktu mengajar S-1. Maka tentu saja bila sudah terlalu banyak mengajar, sulit bagi yang bersangkutan menulis paper ilmiah atau research paper," ujar Prof Asep Saefuddin, Rektor Universitas Al Azhar Indonesia dan Guru Besar Institut Pertanian Bogor.

Bukan hanya itu, faktor dana riset yang tersedia relatif kecil dan tersedot ke PT yang sudah matang juga menjadi alasan.

"Akhirnya PT yang tertinggal akan terus tertinggal, sulit berkompetisi, sehingga kegiatan risetnya minimal. Efeknya dosen tidak punya materi untuk dijadikan paper," bebernya.

Meski demikian, ia mengakui para guru besar di Indonesia tidak terbiasa menulis paper dalam bahasa Inggris yang mudah dibaca.

"Nah ini berbeda dengan dosen di Malaysia dan Singapura, mereka sudah mahir berbahasa Inggris sejak SD bahkan TK. Jadi tulisan paper riset kita kalah bersaing. Akhirnya ditolak jurnal internasional itu. Walaupun bisa saja substansinya bagus, kalau bahasanya tidak bisa dimengerti, ya ditolak," ungkap Asep.

Faktor lain lagi ialah kampus di Indonesia jarang yang memiliki lembaga khusus untuk penulisan paper. Umumnya PT, kata dia, menyerahkan menulis paper ke individu dosen, tanpa bantuan satu unit untuk jurnal.

"Misalnya saja unit scientific English writing yang bertugas membereskan bahasa paper sebelum dikirim ke jurnal internasional. Itu kan bagus. Tapi di kita belum ada," tambahnya.

Hal yang juga ikut berpengaruh, kata dia, ialah banyak profesor yang terjebak jabatan struktural.

"Jadi ya faktor faktor inilah yang menggerus kultur riset, yang ditandai salah satunya produktivitas research paper untuk jurnal berkurang yang harus kita benahi bersama, tapi bukan dengan mencabut insentif semata," pungkasnya. (Ths/H-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya