Headline

Bansos harus menjadi pilihan terakhir.

Perkuat Perlindungan Buruh Migran

Putri Rosmalia Octaviyani
26/2/2018 09:15
Perkuat Perlindungan Buruh Migran
(MI/ROMMY PUJIANTO)

PERATURAN turunan UU No 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) didesak untuk segara disahkan maksimal dalam waktu dua tahun ke depan. Peraturan itu diharapkan dapat menjabarkan hal-hal terkait dengan perlindungan, kontrak kerja, proses bantuan hukum, hingga pola asuransi dengan mendetail.

"Aturan pelaksana akan terus diikawal, khususnya dalam hal kontrak dan aturan jam kerja. Itu harus dipastikan dibahas dengan detail di aturan turunannya," ujar Sekjen Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Bobi Alwy di LBH Jakarta, kemarin.

Dikatakan Bobi, sebelumnya di Undang-Undang No 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, kebijakan tata kelola perlindungan pekerja migran terkesan masih mengambang. Selain itu, sistem pengawasan untuk memastikan pekerja migran tidak berada dalam situasi kerja paksa masih lemah.

UU PPMI juga dianggap masih memiliki kelemahan. Di antaranya masih rendahnya jaminan ruang keterlibatan buruh migran dalam proses implementasi aturan.

Advokat LBH Jakarta, Oky Wiratama, mengatakan salah satu yang sangat penting untuk diperjelas dalam aturan turunan UU No 18/2017 nantinya ialah pola perlindungan dan jaminan bantuan hukum bagi pekerja migran yang mengalami masalah di luar negeri.

"Di UU PPMI saat ini tidak disertakan dengan jelas bagaimana pola dan cara yang akan diberikan negara dalam memberikan akses hukum bagi buruh migran. Yang ada di sana hanya yang bersifat umum. Sementara untuk membuat buruh migran tidak kesulitan ketika akan mengaksesnya, itu harus dijelaskan dengan lebih spesifik setiap tahapannya," kata Oky.

Selain itu, aturan mengenai edukasi yang harus terlebih dulu diberikan bagi calon buruh migran juga harus ada. Dengan begitu, buruh migran akan dapat memahami aturan dan mengerti cara mengakses bantuan bila mengamai masalah selama bekerja di luar negeri.

Asuransi

Dalam hal asuransi bagi buruh migran, pemerintah dinilai perlu memikirkan cara selain penggunaan BPJS Ketenagakerjaan yang hanya dapat digunakan di dalam negeri, di antaranya dengan menjalin kerja sama asuransi nasional negara tempat buruh migran bekerja.

Dengan begitu, bila terjadi kecelakaan kerja, akses dan hak buruh migran menerima layanan kesehatan akan dapat terpenuhi dengan lebih baik.

"Karena selama ini di aturannya buruh migran hanya bisa klaim bila sampai kembali ke Indonesia. Itu tentu tidak efektif dan menyulitkan mereka," papar Oky.

Total terdapat 27 peraturan pelaksanaan (aturan turunan) UU No 18/2017 yang harus diterbitkan pemerintah pusat, yaitu 11 peraturan pemerintah, 1 peraturan presiden, 12 peraturan menteri ketenaga-kerjaan, dan 3 peraturan Kepala Badan Nasional Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BNP2MI).

Berdasarkan Pasal 90 UU itu, peraturan pelaksanaan tersebut harus diterbitkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak UU itu diundangkan.

Sementara itu, berdasarkan data SBMI, selama Januari-Februari 2018, terdapat 84 aduan yang dilakukan buruh migran atas berbagai jenis kasus. Sebanyak 81,25% aduan dilakukan buruh perempuan dengan jenis pekerjaan pekerja domestik (PRT) sebesar 78%. Adapun negara yang paling banyak diadukan dari 84 kasus tersebut ialah Taiwan. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya