Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
SEBAGIAN besar warga empat kabupaten di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT), sejak Mei tahun lalu bisa menikmati cahaya di malam hari. Sebelumnya mereka selalu hidup dalam kegelapan karena listrik merupakan barang mewah yang sulit diperoleh.
Cahaya benderang di rumah warga terjadi sejak hadirnya lampu listrik isi ulang tenaga surya atau mereka sebut lentera yang diinisiasi Hivos, NGO (non-government organization) asal Belanda. Kehadiran lentera itulah yang telah mengubah hampir 70% rumah warga menjadi terang di malam hari.
Lentera yang berbentuk mirip lampu senter tersebut didistribusikan melalui murid sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP). Di empat kabupaten tercatat 4.680 murid SD dan SMP yang telah memiliki lentera untuk di rumah mereka, sedangkan pengisian ulang listriknya dilakukan di 25 sekolah dengan menggunakan tenaga surya.
Selain melalui sekolah, masyarakat lain dapat memiliki lentera yang didistribusikan melalui kios energi. Sebanyak 30 kios yang tersebar di Kabupaten Sumba Barat, Sumba Barat Daya, Sumba Tengah, dan Kabupaten Sumba Timur telah mendistribusikan 3.150 lentera kepada warga.
Kios-kios yang berada di sekitar desa masing-masing itu juga berfungsi sebagai tempat mengisi ulang listrik tenaga surya. Setiap kios dikelola salah satu warga yang ditunjuk Hivos untuk membuat program tersebut agar berkelanjutan.
“Kini sudah ada 30 kios. Setiap hari ada tim dari kami yang bekerja sebagai teknisi untuk mengatasi bila ada masalah,” ujar Rudi Nadapdap, Koordinator Proyek Sumba Iconic Island.
Menurutnya, pada awal pembentukan kios energi, rumah seorang warga dipasangi empat panel surya yang berfungsi untuk mengisi daya. Pemilik kios hanya berkewajiban membayar Rp700 ribu per bulan untuk setiap 100 lentera yang dikelolanya. Rata-rata setiap kios memiliki 100 sampai 200 lentera untuk didistribusikan kepada masyarakat.
“Kami membayar Rp2.000 untuk sekali isi ulang lentera. Tenaga listrik yang ada dalam lentera bisa tahan digunakan sampai satu minggu,” kata Maria, warga Desa Wewena, Sumba Barat.
Untuk bisa mendapatkan satu lentera, warga hanya perlu membayar Rp50 ribu per lampu di awal ketika mendaftar untuk ikut menggunakan. Selanjutnya, mereka dikenai biaya Rp2.000 untuk setiap mengisi ulang daya lampu.
Maria mengatakan kini ia dan warga lain lebih memilih lentera ketimbang lampu minyak tanah yang biaya bahan bakarnya jauh lebih mahal.
“Jadi, kalau dihitung per bulan, untuk mengisi ulang listrik lentera kami hanya menghabiskan Rp10 ribu. Kami sudah punya terang dan bisa beraktivitas malam, seperti masak dan bekerja,” ujar Maria.
Bentuk lentera yang sederhana dan memiliki pegangan seperti senter juga membuat lampu itu memiliki fungsi ganda. Selain dapat digunakan untuk lampu penerangan di dalam rumah, lentera banyak digunakan warga sebagai senter dan lampu penerangan jalan.
Upaya menghadirkan listrik di wilayah Sumba bukan tidak pernah dilakukan pemerintah. Sebelumnya ada program penyediaan lampu oleh PLN melalui proyek lampu Sehen (solar hemat energi) melalui teknologi solar home system.
Dalam program tersebut, setiap rumah dibantu melakukan pemasangan tiga lampu bertenaga surya dan setiap bulan mereka dikenai biaya Rp36 ribu. Namun, umumnya umur lampu itu tidak mampu bertahan lama. (H-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved