Headline

Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.

Kurang Otonom Rentan Radikal

Dhika Kusuma Winata
01/2/2018 09:59
Kurang Otonom Rentan Radikal
(MI/BARY FATAHILLAH)

OTONOMI perempuan dalam beragama masih rendah. Hal itu ditunjukkan hasil survei Wahid Foundation baru-baru ini yang menyatakan hanya 37% perempuan muslim yang memiliki pertimbangan sendiri dalam pandangan keagamaan. Pada laki-laki, persentasenya hampir 50%.

“Otonomi perempuan dalam pandangan keagamaan masih sangat bergantung pada sumber lain, seperti ceraham keagamaan. Mereka cenderung tidak berpikir kritis dan menelan mentah-mentah informasi dari pihak lain yang mereka dapat,” kata Direktur Wahid Foundation Yenny Wahid seusai penutupan Halaqah Perempuan untuk Perdamaian, di Jakarta, kemarin.

Rendahnya kemandirian dan kekritisan kaum perempuan muslim dalam beragama itu potensial menjadi ancaman tumbuhnya benih radikalisme. Perempuan menjadi mudah terprovokasi dan terindoktrinasi paham konservatif dan radikal.

Itu terbukti dari sejumlah kasus. Misalnya, penangkapan perempuan berinisial DYN di Bekasi yang berencana mengebom Istana Negara pada 2016. Masih di 2016, ada pula ribuan perempuan berdemonstrasi menentang Basuki Tjahaja Purnama yang dianggap menista agama.

Selain itu, berdasarkan hasil Survei Nasional Potensi Toleransi Sosial Keagamaan di Kalangan Perempuan Muslim di Indonesia itu, ada sekitar 12% perempuan muslim yang mendukung jihad kekerasan. Di sisi lain, lanjut Yenny, saat ini ada pihak-pihak yang mencoba memberikan definisi keliru tentang jihad. Jihad hanya diartikan sebatas pergi berperang membela agama.

“Padahal perang itu qital. Bahasan tentang jihad dalam Alquran itu berbeda dengan bahasan qital. Jihad yang utama bukan itu, melainkan mengajak orang pada kebaik-an,” imbuhnya.

Meski demikian, Yenny menegaskan perempuan sejati-nya berpotensi besar menjadi benteng penjaga kemajemukan bangsa serta melawan intoleransi dan radikalisme. Itu terbukti dari hasil survei tersebut yang menunjukkan 80% perempuan muslim ­toleran kepada pemeluk agama lain.

“Menjadi tugas ulama-ulama untuk menyebarkan pemahaman yang benar supaya perempuan tidak ikut jihad yang radikal,” ujarnya.

Penuhi hak perempuan
Terpisah, Komisioner Komnas Perempuan Mariana Amirudin mengatakan tingginya tingkat toleransi pada perempuan berangkat dari kondisi perempuan yang cenderung tersubordinasi sehingga sikap toleran menjadi mekanisme mereka untuk bisa bertahan dalam menjalankan kehidupan.

Selain itu, kata Mariana, perempuan juga memiliki beban ganda terutama memikirkan keselamatan anak-anaknya.

“Termasuk kondisi perempuan yang sejak kecil diajarkan untuk paling banyak berkorban atau me-ngalah. Hal-hal itulah yang secara tidak sadar membuat mereka lebih toleran di masyarakat,” jelas Mariana.

Maka dari itu, menurut dia, perempuan perlu mendapat apresiasi yang tinggi. Selain itu, kampanye pemenuhan hak-hak perempuan harus terus digaungkan baik oleh pemerintah, LSM, organisasi keagamaan, dunia pendidikan, maupun kelompok-kelompok masyarakat.

“Jika kemudian hak-hak mereka dipenuhi dengan baik, tentu potensi mereka sebagai benteng kemajemukan dan perdamaian bangsa akan lebih optimal lagi,” pungkasnya. (Ths/H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya