Headline

Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.

Emisi dari Hutan Turun di 2020

Dhika Kusuma Winata
31/1/2018 10:34
Emisi dari Hutan Turun di 2020
(ANTARA/Fanny Octavianus)

LAJU deforestasi Indonesia yang turun menjadi 479 ribu hektare (ha) pada 2017 diharapkan terus berlanjut agar emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari sektor kehutanan menurun pula. Pada 2020, emisi dari deforestasi ditargetkan turun menjadi 450 ribu ton per tahun.

Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nur Masripatin mengatakan tingkat deforestasi dari sisi hutan saat ini cenderung sejalan dengan komitmen kontribusi nasional (NDC) RI dalam ­mitigasi perubahan iklim. Sektor kehutanan menjadi salah satu kunci dalam strategi pengurangan emisi gas rumah kaca.

“Kita akan ikuti terus dan memastikan bahwa pada periode 2020-2030 trennya menurun. Emisi business as usual (emisi yang biasa kita produksi) sebesar 2,89 gigaton dibagi ke berbagai sektor. Sumbangan sektor kehutanan sekitar 700 juta ton,” kata Nur di Jakarta, kemarin.

Untuk emisi akibat deforestasi, imbuh Nur, pada 2020 ditargetkan turun hingga sekitar 450 ribu ton per tahun. Selanjutnya angka itu akan diupayakan ditekan lebih rendah lagi hingga 350 ribu ton per tahun pada 2030.

Menurutnya, di sektor kehutanan, program REDD+ menjadi bagian penting dari implementasi NDC. Program REDD+ saat ini tengah diatur kembali. Berbeda dengan sebelumnya yang menggunakan pendekatan proyek, REDD+ akan diatur secara nasional hingga ke level tapak.

“REDD+ dibawa ke level nasional. Terkait dengan sistem pengawasan, pelaporan, dan verifikasi (MRV) gas rumah kaca, sistemnya juga lebih di-sempurnakan agar lebih tertib dan disiplin dalam menyuplai data. Jadi, perubahan-peru-bahannya nanti akan lebih ke arah sana,” imbuhnya.

Sebelumnya, Menteri LHK Siti Nurbaya mengatakan angka deforestasi atau pengurangan luas hutan Indonesia selama periode Juli 2016-Juni 2017 mencapai 479 ribu ha. Angka itu menurun bila dibandingkan dengan deforestasi pada 2016 (Juli 2015-Juni 2016), yakni 630 ribu ha. Dari 479 ribu ha deforestasi periode 2017, 308 ribu ha di antaranya berada di dalam kawasan hutan dan 171 ribu ha lainnya di area penggunaan lain.

Minim pakar
Di sisi lain, Direktur Adaptasi Perubahan Iklim KLHK Sri Tantri Arundhati mengatakan saat ini sumber daya dan komitmen daerah dalam adaptasi perubahan iklim menjadi tantangan utama.

Pemetaan mengenai kerentanan daerah terkait dengan dampak perubahan iklim, ujarnya, masih minin. Hal itu karena belum adanya identifikasi pakar yang ahli tentang adaptasi perubahan iklim. Padahal, kontribusi pakar amat dibutuhkan untuk memastikan penyusunan adaptasi di daerah rentan terdampak perubahan iklim.

“Pakar masih kurang. Kita juga ingin identifikasi pakar-pakar yang ahli dalam adaptasi perubahan iklim seperti apa. Kami mendorong agar pakar-pakar masuk sistem pendaftaran nasional karena itu mandat Permen LHK No 33/2016 tentang Pedoman Penyusunan Aksi Adaptasi Perubahan Iklim,” ucapnya.

Ia menegaskan tenaga pakar dibutuhkan agar risiko dampak perubahan iklim bisa terpetakan dan mereka dapat membuat sejumlah opsi aksi adaptasi. Dengan demikian, kajian kerentanan dan opsi adaptasi bisa dimasukkan rencana pembangunan di daerah.(H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya