Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
PENYAKIT kusta hingga saat ini belum hilang dari Indonesia. Beberapa wilayah di Tanah Air belum bebas kusta, artinya prevalensi kusta di wilayah tersebut masih lebih dari 1 per 10.000 penduduk.
“Kasus kusta (jumlahnya) sedikit bila dibandingkan penyakit lainnya, tetapi masih adanya kasus kusta di Indonesia merupakan persoalan yang harus kita selesaikan,” kata Direktur Pencegahan Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Wiendra Waworuntu dalam rangka Hari Kusta Sedunia ke-65 di Jakarta, kemarin (Selasa, 30/1).
Ia mengatakan, daerah yang prevalensi kustanya masih lebih dari 1 per 10.000 penduduk, yakni di wilayah Jawa bagian timur, Sulawesi, Papua, Papua Barat, Maluku dan Maluku Utara. Berdasarkan data, angka prevalensi kusta di Indonesia saat ini 0,71 per 10.000 penduduk dengan total 18.248 kasus terdaftar.
“Meskipun demikian bukan berarti kasus kusta tidak ditemukan di provinsi lain. Kasus kusta diharapkan semakin sedikit dan hilang. Tidak dimungkiri saat ini kusta masih ada, tetapi jangan sampai ada penularan (kasus baru) dan penderitanya jangan sampai cacat. Itu upaya kita,” terangnya.
Sementara itu, dr Sri Linuwih Susetyo Wardhani Menaldi dari Persatuan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (Perdoski) menyatakan penyakit kusta sering ditemukan terlambat karena masyarakat kerap mengabaikan tanda dan gejalanya.
Gejala penyakit kusta yakni adanya bercak putih atau merah di kulit. Bercak tersebut tidak gatal, tidak nyeri, tetapi baal (kurang rasa atau mati rasa). Bercak seringkali ditemukan di bagian siku, karena ada syaraf yang dekat dengan permukaan kulit. Ada pula bercak yang ditemukan di sekitar tulang pipi, telinga, atau bahu.
Selain itu, ujarnya, ada penderita yang menunjukkan gejala berupa bintil kemerahan yang tersebar, ada pula yang gejalanya kulit sangat kering (tidak berkeringat) dan rambut alis rontok sebagian bahkan seluruhnya. Sebagian besar penderita awalnya tidak merasa terganggu.
“Karena tidak merasa sakit, tidak gatal, penderita cenderung abai. Padahal penyakit berlangsung terus,” katanya. (Ind/H-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved