Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
PERGURUAN tinggi swasta tidak perlu khawatir dengan diizinkannya perguruan tinggi asing beroperasi di Tanah Air bila hal itu sebagai bagian dari grand design Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi terkait dengan revolusi industri 4.0 serta menuju Indonesia sebagai masyarakat berbasis ilmu pengetahuan.
Praktisi pendidikan tinggi Prof Asep Saefuddin mengatakan perguruan tinggi (PT) asing yang diizinkan beroperasi di Indonesia ialah universitas riset. Selain itu, PT asing harus mengisi daerah-daerah perbatasan yang sumber daya alam (SDA)-nya belum digarap optimal.
Ia mencontohkan PT asing yang memiliki kekuatan di bidang integrasi pertanian harus beroperasi di Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat. “Tentu PT asing itu harus investasi untuk inovasi, kreatif, dan mengajak PT lokal dan nasional. Jangan sekadar mencari mahasiswa S-1. Semua harus dalam koridor masa depan untuk semakin terbukanya dunia dengan industri 4.0,” kata Asep yang juga Wakil Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI), kemarin.
Mengenai penolakan Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) terhadap kehadiran PT asing karena dinilai bakal mematikan keberadaan perguruan tinggi yang sudah ada, Asep menilai cara pandang tersebut terlalu sempit.
Rektor Universitas Islam Al Azhar itu mengatakan cara pandang terhadap kehadiran PT asing harus diperluas untuk keperluan nasional. Karena itu, PT asing yang diperbolehkan beroperasi di Indonesia sebaiknya universitas riset, seperti University of Oxford, University of Cambridge, Harvard University, dan Massachusetts Institute of Technology (MIT).
Adopsi kurikulum
Sebelumnya Ketua Umum Aptisi Budi Djatmiko menyatakan menolak rencana pembukaan PT asing untuk beroperasi di Indonesia. Alasannya, meningkatkan mutu PT pemerintah tidak harus menghadirkan PT asing, tetapi cukup mengadopsi sistem pendidikan atau kurikulum PT asing itu. Apalagi, angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi di Indonesia saat ini baru mencapai 31%.
“Selain mengadopsi sistem pendidikan mereka, juga bisa mengundang dosen-dosen atau ahli dari kampus ternama luar negeri untuk menjadi dosen tamu di sini,” ujarnya.
Menurut Budi, seharusnya PT asing baru diizinkan masuk ke Indonesia saat APK pendidikan tinggi dalam negeri mencapai angka 70% atau lebih.
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristek-Dikti) M Nasir pernah menyatakan pembukaan PT asing di Indonesia juga bertujuan mahasiswa Indonesia tidak perlu kuliah di luar negeri untuk mendapatkan pendidikan berkualitas.
Namun, menurut Budi, mahasiswa asal Indonesia kuliah di luar negeri bukan sekadar untuk menuntut ilmu di perguruan tinggi yang diinginkan, melainkan sekaligus untuk memperoleh pengalaman. “Mengizinkan PT asing (beroperasi di Indonesia) sebelum pemerintah memberikan upaya yang kuat pada pembinaan PTS sama artinya membunuh anak sendiri demi mementingkan ego segelintir orang,” ujarnya.
Di tempat terpisah mantan Ketua FRI Edy Suandi Hamid mengatakan peraturan mengenai PT asing harus jelas agar yang masuk ke Indonesia ialah perguruan tinggi asing berkualitas. “Jangan sampai tiba-tiba sudah ada perguruan tinggi asing yang masuk dan Jakarta belum siap. Untuk itu, harus diatur, perguruan tinggi asing seperti apa yang boleh masuk ke Indonesia,” ujarnya. (Ant/H-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved