Headline

Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.

Prioritas Hutan Adat 134 Ribu Hektare

Dhika Kusuma Winata
29/1/2018 10:54
Prioritas Hutan Adat 134 Ribu Hektare
(arga suku adat Kajang Ammatoa membawa makanan dari hasil bumi saat akan melakukan ritual 'Andingingi' di Kawasan Hutan Adat Kajang Ammatoa, Kabuapten Bulukumba, Sulawesi Selatan, Sabtu (4/11/2017)--- ANTARA/ABRIAWAN ABHE)

KEMENTERIAN Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bakal mempercepat proses penetapan hutan adat. Tahun ini, sekitar 134 ribu hektare wilayah adat yang ada dalam kawasan hutan akan diprioritaskan mendapat surat keputusan penetapan hutan adat.

Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK, Bambang Supriyanto, mengatakan hasil rapat koordinasi nasional hutan adat yang digelar di Jakarta pekan lalu menghasilkan sejumlah kesimpulan. Di antaranya prioritas penetapan hutan adat pada wilayah yang sudah memiliki kelengkapan peta dan peraturan daerah (perda) tentang pengakuan masyarakat adat.

“Ada 107 ribu hektare yang sudah ada perda dan peta hutan adatnya. Selain itu, sudah ada usulan juga 27 ribu hektare yang sudah clear and clean (tidak bermasalah). Jadi total ada sekitar 134 ribu hektare, semua itu yang jadi prioritas,” terang Bambang saat dihubungi, kemarin.

Ia memaparkan, berdasarkan peta usulan Badan Registrasi Wilayah Adat, terdapat 9,3 juta hektare wilayah adat di Tanah Air. Sekitar 6,2 juta hektare di antaranya berada dalam kawasan hutan. Dari 6,2 juta hektare itu, sekitar 2,2 juta hektare potensial untuk diverifikasi dan divalidasi.

Menurut Undang-Undang No 41/1999 tentang Kehutanan dan Undang-Undang No 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, proses penetapan hutan adat membutuhkan perda. Penentuan subjek hukum penetapan hutan adat, yakni masyarakat adat, merupakan kewenangan pemerintah daerah.

“Dari total 2,2 juta hektare, sekitar 1,5 juta hektare wilayah adat masih belum memiliki perda. Wilayah hutan adatnya juga masih tumpang- tindih dengan hutan konservasi, hutan lindung, ataupun hutan produksi sehingga itu memerlukan mediasi dan fasilitasi dari pemerintah pusat,” jelasnya.

Bambang mengatakan pihaknya akan membentuk tim percepatan penetapan hutan adat bersama koalisi organisasi nonpemerintah untuk memprioritaskan wilayah-wilayah yang sudah siap untuk diproses. Untuk wilayah yang petanya masih belum jelas dan pengakuan masyarakat adatnya belum ada, kata Bambang, bakal dibahas untuk dicarikan jalan keluarnya.

Sinergi pusat dan daerah
Staf Khusus Kantor Staf Presiden, Noer Fauzi Rachman, mengingatkan pemerintah daerah (pemda) harus berperan lebih aktif dalam proses penetapan hutan adat. Pasalnya, sesuai konstitusi, penetapan subjek hukum masyarakat adat berada di tangan pemda. Ia juga menyampaikan, ke depan proses penetapan hutan adat perlu memperhatikan aspek representasi agar setiap elemen masyarakat adat bisa terakomodasi.

“Dalam wilayah adat, apa dan siapa saja yang perlu diakui, dan bagaimana mekanisme representasinya perlu diperhatikan,” ucapnya.

Deputi II Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, ­Erasmus Cahyadi, mengatakan penetapan hutan adat merupakan kebijakan antarsektor yang harus dikerjakan secara sinergis antara berbagai kementerian dan pemda.

Hutan adat merupakan salah satu skema pelaksanaan prorgam perhutanan sosial. Program itu membuka kesempatan bagi masyarakat di sekitar hutan untuk mengajukan hak pengelolaan area hutan kepada pemerintah. Setelah disetujui, masyarakat dapat mengolah dan mengambil manfaat dari hutan dengan cara-cara yang ramah lingkungan. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya