Headline

Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.

Pintar Bersama dengan Tutor Sebaya

Dhika Kusuma Winata/H-5
18/12/2017 04:46
Pintar Bersama dengan Tutor Sebaya
(MI/DHIKA KUSUMA WIJAYA)

RADEN Roro Alika, 16, sadar betul bahwa di setiap sekolah selalu saja ada ragam kepandaian, termasuk di sekolahnya, SMAN 39 Jakarta.

Sebagian kecil murid yang kurang pandai biasanya hanya berkumpul dengan sesama yang kurang pandai. Tak ada pertukaran kecerdasan.

Walhasil, nilai ujian mereka kerap kurang memuaskan.

Metode belajar biasa bersama guru tak mampu mendongkrak nilai.

Alika, yang saat ini duduk di kelas XI itu, tak tinggal diam menyaksikan adanya kesenjangan antara si pandai dan si kurang pandai di lingkungan sekolahnya.

Bersama empat murid lain, ia menggagas proyek sekolah bernama Tutor Sebaya.

"Idenya agar bareng-bareng membantu teman. Ada teman-teman yang pendiam, tetapi sebenarnya bisa memahami materi dengan baik. Kalau saya tanya tentang materi pelajaran, ternyata teman-teman bisa menjelaskan," ungkapnya saat ditemui di Jakarta, pekan lalu.

Tutor Sebaya merupakan pembelajaran yang terpusat pada siswa di usia yang sama atau sebaya.

Siswa yang pandai biasanya kerap berperan sebagai tutor.

Alika dan 4 kawannya menerapkan model tersebut ke dalam kelas belajar tambahan seusai jam sekolah.

Kelas tambahan itu diadakan selama 45 menit per sesi dan digelar dua kali dalam sepekan. Guru berperan mendampingi.

Di kelas tambahan, mereka membahas kesulitan-kesulitan dalam memahami pelajaran sekolah. Materi yang dibahas pun beragam.

Program yang sudah dijalankan 3 bulan itu pun berbuah manis.

Hasil ujian penilaian semester akhir bidang fisika misalnya nilai rata-rata siswa meningkat dari 58 menjadi 81.

Di mata pelajaran geografi, nilai rata-rata juga meningkat dari sebelumnya 67 menjadi 74.

"Kalau ada pelajaran tambahan yang digerakkan guru, anak-anak sekarang sudah tidak mau. Guru era sekarang memang harusnya menjadi fasilitator yang mendampingi," imbuh Sunarsih, Wakil Kepala SMA 39.

Menurut Staf Ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Bidang Inovasi dan Daya Saing, Ananto Kusuma Seta, inovasi semacam itu merupakan wujud kekritisan siswa dalam menghadapi dan memecahkan masalah di lingkungan terdekat melalui kerja kolaborasi atau gotong royong.

Keterampilan itu, lanjut Ananto, merupakan kompetensi yang dibutuhkan peserta didik menghadapi persaingan global saat ini.

Ia menyatakan sudah tidak lagi zamannya guru mengajar dengan cara pedagogi usang satu arah layaknya ceramah.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya