Headline
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
OBAT-obatan analgetik dianggap tidak cukup untuk mengatasi rasa nyeri. Dalam beberapa kasus dibutuhkan obat antiinflamasi non steroid atau lebih dikenal dengan Non Steroidal Anti-Inflamatory Drugs (NSAID).
Meskipun bermanfaat untuk meredakan rasa nyeri, tetapi NSAID mempunyai efek samping diantaranya dapat menyebabkan kelainan kardiovaskuler, gagal ginjal bahkan pendarahan lambung. Oleh karena itu, penggunaan NSAID harus secara selektif dengan memerhatikan faktor risiko yang ada pada pasien.
Demikian diutarakan dr. Herman Wihandojo Sp.PD dari Rumah Sakit Mitra Keluarga Bekasi Barat dalam seminar bertajuk 'A Current Perspective on pain Control with NSAID's' di Auditorium RS Mitra Keluarga Bekasi Barat, Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (25/11).
"Kita tidak boleh sembarangan. Kita harus dengan bijak menilai keadan pasien sebelum memberikan NSAID," tutur Herman.
Menurut dokter Herman, pemakaian NSAID secara terus menerus tidak dianjurkan. Selain itu harus ada pemantauan ketat dari dokter. Dia menjelaskan pada awalnya obat-obatan NSAID yang bersifat non selektif digunakan secara luas sehingga meningkatkan angka kematian pada pasien.
Namun, belakangan telah ditemukan generasi NSAID terbaru yang memiliki sifat selektifitas serta memiliki efek samping yang cenderung ringan.
"Walaupun dikatakan selektif, tetapi tidak benar-benar 100% aman karena masih mungkin terjadi efek samping dan reaksinya berbeda-beda pada tiap individu, " tutur Herman.
Oleh karena itu, Herman menyampaikan untuk mengurangi risiko efek samping ataupun menghindari terjadinya komplikasi, sebelum memberikan NSAID, dokter harus memerhatikan sejumlah faktor risiko yang dimiliki pasien di antaranya ada atau tidaknya riwayat penyakit lambung pada pasien, selain itu faktor usia tua.
NSAID, sambung Herman juga dapat meningkatkan risiko komplikasi jantung dan pembuluh darah terutama pada pasien yang memiliki gangguan jantung dan pembuluh darah, dan ada atau tidaknya kelainan hematologi. NSAID umumnya digunakan bagi pasien dengan penyakit kronik seperti autoimun ataupun kanker.
"Kita harus melihat pasien ini sakit sekali karena apa. Apa penyakit dasar yang membuat pasien merasa nyeri. Misalnya karena Rheumatoid arthritis (radang, dan rasa nyeri, kaku, dan bengkak pada sendi karena penyakit autoimun), mau tidak mau kita berikan NSAID. Tapi berapa lama dan faktor risikonya harus kita pertimbangkan," papar dia.
Di Indonesia, tutur Herman baru ada dua obat NSAID yang dapat digunakan yaitu jenis Etoricoxib dan celecoxib. Hanya saja, menurutnya belum ada penelitian yang membandingkan jenis mana yang lebih sedikit efek sampingnya. Bagi golongan pasien berisiko, Herman mengajurkan sebaiknya dipertimbangkan pemberian obat pereda nyeri yang bukan NSAID.
Pada kesempatan yang sama, dr. Harjanto Effenfi Sp.OT menyampaikan rasa nyeri sangat mengganggu pasien. Oleh karena itu pain management (manajemen nyeri) banyak dikembangkan tidak terkecuali di bidang Ortopedi dan traumatologi khususnya untuk mengurangi rasa nyeri pasca operasi.
"Pasca operasi sering terjadi kerusakan jaringan dan inflamasi sehingga pasien butuh obat pereda nyeri," ujarnya.
Dia lebih jauh menjelaskan pemberian obat pereda nyeri dapat menurunkan efek dari opioid yang biasa digunakan dalam anestesi. Saat ini, ujar Harjanto, telah dikembangkan manajemen nyeri dengan metode multimodal analgesia atau pemberian beberapa macam obat yang mekanismenya berbeda-beda.
"Tujuannya untuk mengurangi pemakaian opioid," imbuh dia.
Ada bermacam-macam obat yang dapat digunakan diantaranya NSAID.Tetapi dalam penggunaan NSAID, Harjanto menekankan perlunya dokter memerhatikan tingkat nyeri pasien. Apabilanya nyeri ringan sebaiknya diberikan NSAID dengan dosis rendah misalnya paracetamol yang efek sampingnya sangat rendah.
Sementara itu, Direktur RS Mitra Keluarga Arina Yuli Roswiyati menambahkan pain management menjadi salah satu elemen penting dalam standar pemilaian akreditasi rumah sakit. Pasien dengan keluhan nyeri terutama nyeri kronik harus mendapatkan penanganan yang tepat.
Oleh karena itu, dalam rangka sosialisasi manajemen nyeri dan meningkatkan kompetensi para dokter, RS Mitra Keluarga Bekasi Barat menyelenggarakan seminar dan workshop bekerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia dan Perhimpunan Dokter Umum Indonesia dengan topik A Current Perspective on pain Control with NSAID's.
"Seminar ini bertujuan untuk membantu penyelenggaraan pendidikan berkelanjutan bagi para dokter," ujar Arina. (OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved