Dulu Mengalami, Kini Peduli

Suryani Wandari
18/11/2017 02:01
Dulu Mengalami, Kini Peduli
(MI/Sumaryanto Bronto)

KEHIDUPAN memang tidak selamanya berjalan mulus. Bagi beberapa orang, cobaan hidup bahkan hadir seolah tanpa henti. Hal itu pula yang dirasakan Nur Yanayirah. Begitu beratnya cobaan yang dialami hingga membuat ibu dua anak itu menjadi depresi berat dan berupaya mengakhiri hidup.

Berbagi kisah di acara bincangbincang inspiratif, Kick Andy, Yana begitu panggilan akrabnya mengaku sudah menjadi korban perundungan sejak usia kanak-kanak. Banyak teman sebaya mengejek ukuran fi siknya yang besar. Makin menyayat hati karena rumah tidak bisa menjadi tempatnya menghibur diri. Alih-alih, perlakuan kasar juga ia terima dari sang ayah yang tempramental.

"Hal itu terjadi karena saya terlahir sebagai seorang perempuan, ayah saya ingin mempunyai anak laki-laki. Saya anak bungsu dari tiga bersaudara, perempuan semua," kata Yana. Perlakuan buruk yang ayah lakukan bukan hanya menimpanya, melainkan juga seisi rumah. Sejak berumur 6 tahun, hampir setiap hari Yana melihat kedua orangtuanya bertengkar. Ibunya bisa dipukuli hanya karena masalah kecil, seperti masakan yang kurang enak bagi sang ayah.

Yana juga pernah menyaksikan kakak keduanya dilempar ember oleh ayah mereka akibat kedapatan belum mencuci pakaian. Wajah sang kakak sampai berlumuran darah akibat perlakuan buruk itu. Beranjak dewasa dan kemudian memiliki kehidupan baru selepas menikah nyatanya belum membuat Yana keluar dari kisah pilu. Buah hati yang sudah ditunggu-tunggu meninggal dalam kandungan hingga membuatnya trauma. Ketika kemudian bisa hamil kembali, kebahagiaan belum juga ia rasakan. Jiwanya yang sudah terluka akan berbagai peristiwa membuatnya tidak bisa mensyukuri memiliki anak perempuan.

Hal itu didasari karena pemikirannya yang ingin membuat bangga sang ayah dengan memberikan cucu laki-laki. Nyatanya, meski tidak diperlakukan baik, Yana tetap layaknya anak lain yang ingin selalu menyenangkan hati orangtua.

"Saya benci terlahir sebagai perempuan, saya benci terhadap tubuh saya sendiri, apalagi melahirkan perempuan juga. Saya tidak bisa membuat ayah saya bangga sebagai anak," lanjut Yana. Depresi yang memnuncak kemudian membuatnya berniat bunuh diri bersama anaknya yang saat itu masih berusia 9 bulan. Beruntung niatan itu tidak terpenuhi.

Bangkit menolong sesama

Perlahan tapi pasti, Yana kemudian memiliki kesadaran untuk pulih dari segala luka jiwanya. Bersama sang suami, ia pun mencari bantuan dengan mendatangi Komunitas Peduli Trauma. Akhirnya dengan tekad yang kuat, Yana berhasil menjadi orang baru yang dapat berdamai dengan masa lalu dan berusaha menata masa depan dengan lebih baik. Berdasarkan pengalaman hidupnya, pada 2015 Yana pun membentuk Mother Hope Indonesia.

"Yakni komunitas kesehatan jiwa khusus untuk ibu yang mengalami gangguan kejiwaan dari fase hamil sampai menyusui," tuturnya. Komunitas ini bertujuan mendiskusikan hal-hal yang terkait dengan ibu, anak, dan keluarga, khususnya dari segi manajemen psikologis. Mother Hope Indonesia memberikan dukungan melalui media sosial, membuat support group, dan pelatihan relawan.

Selain itu, Yana aktif melakukan psikoedukasi di bidan dan rumah sakit melalui seminar dan talkshow. Yana berharap melalui edukasi ini, dirinya dapat mengedukasi banyak orang dan dapat membantu ibu-ibu agar terhindar dari depresi pascamelahirkan seperti yang pernah dialaminya. Yana berharap setiap orang bisa jujur terhadap diri sendiri dan meninggalkan sikap perfeksionisnya sehingga orang lain bisa membantu permasalahan yang ada. (M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya