Headline

Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan

Fokus

Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah

Sistem Keselamatan Pasien Mutlak bagi RS

Indriyani Astuti [email protected]
21/10/2017 04:45
Sistem Keselamatan Pasien Mutlak bagi RS
(Thinkstock)

KESELAMATAN pasien (patient safety) ialah hal penting yang harus dilakukan tenaga kesehatan rumah sakit (RS) dalam memberikan pelayanan untuk meminimalkan risiko kejadian tidak diharapkan. Kendati demikian, kejadian tidak diharapkan di RS masih sering terjadi. Masih adanya kejadian tidak diingin-kan, menurut Presiden Direktur Rumah Sakit Pusat Kanker Nasional Dharmais Abdul Kadir, karena kurangnya pengetahuan sebab pengetahuan tentang keselamatan pasien belum masuk pada kurikulum pendidikan kedokteran.

“Hingga saat ini patient safety belum masuk pada kurikulum pendidikan kedokteran,” katanya ketika menjadi pemateri dalam acara Simposium Tahunan Persatuan Rumah Sakit Indonesia (Persi) 2017 dengan topik Pemberdayaan pasien dalam implementasi patient safety di Jakarta, Jumat (20/10). Menurut Kadir, sebetulnya RS wajib memiliki standar keselamatan pasien mencakup prosedur operasi standar (SOP), pedoman, dan indikatornya. Kalaupun kejadian tidak diinginkan muncul, ia menilai karena petugas kesehatan tidak melakukan standar tersebut.

“Kejadian tidak diinginkan sering terjadi karena petugas kesehatan tidak patuh pada prosedur yang ada,” imbuhnya. Ia mengatakan pelayanan kesehatan yang mengedepankan keselamatan pasien harus menjadi bagian dari budaya di RS. Caranya, melalui evaluasi dan pembelajaran secara terus-menerus untuk menghindari risiko kejadian yang tidak diharapkan dan tidak terduga.

Manajemen organisasi RS, sambung Kadir, sangat berperan dalam membangun kesadaran sistem keselamatan bagi pasien. Oleh karena itu, pemimpin RS harus menjadi model acuan bagaimana menerapkan patient safety.

Saling percaya
Pendiri Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit Indonesia Adib A Yahya mengatakan keselamatan pasien tidak dapat diwujudkan tanpa keterlibatan pasien sebagai partner dokter dalam proses pengobatan. Oleh karena itu, pola hubungan antara pasien dan dokter harus bergeser dari paradigma lama yang memposisikan pasien sebagai objek dalam pelayanan kesehatan.

Petugas kesehatan, ujarnya, harus melibatkan pasien dan keluarganya sebagai partner dalam menentukan pengobatan yang tepat. Dengan demikian, antara dokter dan pasien terbangun rasa saling percaya. “Pasien saat ini menjadi konsumer dalam pelayanan kesehatan, tidak mungkin paradigma pengobatan dikembalikan seperti dulu. Pasien harus menjadi partner dokter, bagian dari tim, sehingga kalau terjadi kegagalan ketika pengobatan, tidak ada pihak yang menyalahkan,” terang Adib.

Mudahnya akses informasi dan pengetahuan, imbuhnya, membuat pasien sering lebih terinformasi mengenai penyakitnya sehingga mereka mempunyai ekspektasi yang tinggi kepada dokter. Oleh sebab itu, dokter juga dituntut terbuka. Di negara lain, tutur Adib, partnership antara pasien dan dokter mulai diba-ngun untuk menciptakan pelayanan kesehatan yang berfokus pada pasien.

“Pada 2007 Persi sudah membentuk kesepakatan melalui Jakarta Declaration terkait dengan sistem pelayanan kesehatan yang mengedepankan keselamatan untuk pasien. Akan tetapi, baru pada 2016 hal itu diperkenalkan,” pungkasnya. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya