Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Iwan Sunito Sang Raja Properti Australia

FD/M-4
29/9/2017 23:31
Iwan Sunito Sang Raja Properti Australia
(MI/Sumaryanto Bronto)

SUDAH dua dekade lebih Iwan Sunito eksis di dunia properti.

Pria yang dijuluki si Anak Sungai dari Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, itu menjadi Raja Properti di Sydney, Australia.

Pendiri sekaligus CEO Crown Group, perusahaan properti yang berbasis di Australia itu, bukan dari keluarga yang kaya raya.

"Orangtua saya dulu berbisnis di Surabaya, tetapi tidak berkembang dan kembali ke Kalimantan. Di Kalimantan, kami tinggal bersama-sama dengan beberapa keluarga. Jadi hidupnya memang susah dulu," sebutnya.

Iwan bersama rekannya, Paul Sathio, mendirikan perusahaan itu pada 1994, tetapi baru dikenal pada 2004 setelah membangun proyek-proyek miliaran dolar AS yang tersebar di Sydney seperti Parramatta dan Ashfield.

"Perusahaan kita membangun proyek, mulai HRS Building, fokusnya apartemen di Sydney, Melbourne, Los Angeles, dan di Indonesia. Jadi, perusahaan kita punya proyek sekitar Rp50 triliun yang sedang dikerjakan saat ini," paparnya.

Keberhasilannya saat ini tidak seperti membalik telapak tangan. Butuh pengorbanan dan kerja keras.

Sejak kecil, ia kerap tidak naik kelas.

"Saya dulu selalu merasa tidak bisa dan minder, saya SD di Kalimantan, SMP dan SMA di Surabaya. Nah, kelasnya saya tidak naik kelas. Saya ini pintar dari bawah. Jadi SD, SMP, dan SMA saya penuh dengan kegagalan," paparnya.

Titik balik kehidupan Iwan, saat ia kecelakaan sepeda motor di Bali.

Dalam kondisi tidak sadarkan diri selama lima hari, ia masih bersyukur tidak cacat.

"Saya menabrak mobil tangki dan saya koma lima hari. Di sini, saya merasa kok saya tidak cacat, tidak gila atau mati. Ini pasti ada tujuan yang besar dalam hidup kita ini. Oleh karena itu, saya merasa Tuhan menyelamatkan saya dan membiarkan saya hidup untuk tujuan yang lebih dari yang saya pikirkan," kenangnya.

Sempat ingin menyerah di Australia, tapi ia kembali bangkit berkat motivasi dari ayahnya.

Lulus dari University of New South Wales jurusan arsitek, pria berusia 51 tahun itu memilih menetap.

"Saya ingin membawa keterampilan saya ke Indonesia. Saya ingin membawa investasi. Saya ingin menciptakan lapangan kerja, menyumbangkan kembali ke negeri tempat saya sebelumnya dibesarkan," sebutnya.

Rintisan karier arsiteknya ia mulai dengan menggambarkan living room, pagar rumah orang, dari satu rumah ke rumah lainnya.

Selanjutnya, ia memasuki tahap pengembangan properti dan terus berkembang pada 1996 dengan proyek Rp80 miliar.

Ia juga mengaku, dalam mengembangkan bisnisnya, dirinya membutuhkan mitra yang turut mendukung, begitu juga dengan perbankan.

Oleh karena itu, bermitra dengan bank juga merupakan solusi yang tepat guna mempercepat perkembangan bisnis.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya