Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
MENTERI Haji dan Umrah Arab Saudi melalui Muassasah Asia Tenggara telah merilis surat edaran tentang waktu yang dilarang bagi jemaah haji Indonesia untuk melontar jumrah. Terbitnya maklumat tersebut langsung direspons Daerah Kerja (Daker) Mekkah.
Kepala Daker Mekkah Nasrullah Jasam telah mengeluarkan maklumat tersebut pada Minggu (6/8) lalu, yang ditujukan kepada seluruh Kepala Seksi dan Kepala Sektor Daker Mekkah, yang selanjutnya untuk segera disosialisasikan kepada para jemaah Indonesia.
Kepala Daker Makkah Nasrullah Jasam dalam maklumatnya berkomitmen mematuhi larangan waktu melontar. Hal ini penting demi kelancaran bersama dan u menghindari kemacetan akibat penumpukan jemaah.
“Jemaah haji Indonesi agar memperhatikan dan mentaati jadwal waktu melontar jumrah,” dalam keterangan tertulisnya yang diterima Media Indonesia, Senin (14/8).
Waktu larangan melempar jumrah yang telah ditentukan untuk jemaah haji Indonesia adalah :
1. 10 Dzulhijjah larangan melontar jamarat dari jam 06.00 s.d. 10.30 Waktu Arab Saudi (WAS)
2. 11 Dzulhijjah larangan melontar jamarat dari jam 14.00 s.d. 18.00 WAS;
3. 12 Dzulhijjah larangan melontar jamarat dari jam 10.30 s.d. 14.00 WAS.
Diperkirakan pada 10 Dzulhijjah sama dengan saat masyarakat merayakan Indonesia Idul Adha pada 1 September. Namun keputusan kapan tepatnya 10 Dzulhijjah tergantung sidang isbat di Arab Saudi.
Nasrullah meminta Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) ikut menyosialisasikan waktu larangan lempar jumrah yang telah ditetapkan Arab Saudi. Sebab banyak kejadian jemaah tidak mematuhi jadwal yang sudah ditentukan karena mencari waktu afdhaliyah (afdol).
"Waktu larangan lempar jumrah ini agar bisa dipahami dan ditaati oleh seluruh jemaah haji Indonesia, " harapnya.
Konsultan ibadah Mekkah, Prof Aswadi menanggapi maklumat tersebut, semua ketua rombongan jemaah harus memperkuat maklumat melalui musyawarah secara persuasif.
"Dan menekan pada keabsahan dan keselamatan bersama. Tidak lagi mengedepankan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Harus berpihak pada kepentimgan jemaah secara umum," tegas Aswadi.
Dia berharap dengan sikap seperti itu tercipta gotong royong satu dengan laimnya.
"Apalagi banyak jemaah Indonesia yang berisiko tinggi. Hampir 98% jemaah kita belum pernah berhaji. Mereka datang ke Tanah Suci dari berbagai status sosial. Mulai dari ibu rumah tangga, petani dan sebagainya. Semoga lancar dan sukses," harapnya. (OL-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved