Headline

Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan

Fokus

Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah

Polusi juga Picu Penyakit Jantung

Indriyani Astuti
26/7/2017 01:31
Polusi juga Picu Penyakit Jantung
(thinkstock)

POLUSI udara kerap disebut sebagai pembunuh senyap. Polusi itu memicu beragam penyakit berbahaya, termasuk penyakit jantung, tanpa disadari. Perwakilan Divisi Paru, Kerja, dan Lingkungan dari Departemen Pulmonologi Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia dr Agus Dwi Susanto SpP(K) menjelaskan polusi udara terdiri dari komponen gas dan partikel. Semakin kecil ukuran komponen partikel, lanjutnya, semakin mudah masuk ke tubuh.

"Partikel ukuran di bawah 10 particulate matter (pm) dapat masuk ke saluran pernapasan dan pembuluh darah. Hal itu dapat merangsang terjadinya peradangan sistemis. Jika terjadi terus-menerus dalam jangka panjang, akan merangsang terjadinya risiko penyempitan pembuluh darah yang memicu penyakit jantung koroner dan stroke di kemudian hari," papar dokter spesialis paru itu dalam peluncuran 3M Nexcare Carbon Mask dan edukasi masyarakat untuk penggunaan masker di Jakarta, Selasa (25/7).
Komponen polutan lainnya, gas, saat terhirup ke saluran penapasan dapat mengakibatkan iritasi. "Gejalanya sesak napas, tenggorok nyeri, hingga sakit kepala," katanya.

Dalam jangka panjang, paparan gas polutan pada saluran pernapasan akan menyebabkan hipersensitif pada saluran pernapasan hingga penurunan fungsi paru. "Penelitian yang kami lakukan di Rumah Sakit Persahabatan membuktikan, pada polisi dan penyapu jalan yang sehari-hari terpapar polusi, fungsi parunya menurun 5%-15%," terang Agus yang sehari-hari praktik di Rumah Sakit Persahabatan itu.

Masker membantu
Penggunaan masker merupakan upaya pencegahan untuk melindungi diri dari polutan yang dapat menurunkan kondisi kesehatan tubuh seseorang. Pemakaian masker, tutur Agus, dapat mencegah paparan polusi udara yang lebih besar. "Meskipun tidak 100% dapat mengurangi dampak polusi. Masker mempunyai filter yang berguna untuk menyaring debu, kotoran, dan partikel mikro. Pemakaian masker dapat mengurangi kejadian infeksi pernapasan akut," terang dia.

Menurutnya, sangat penting bagi masyarakat memilih jenis masker yang sesuai dengan kebutuhan dan kadar polutan. Dia mencontohkan, pada daerah dengan kondisi polusi berat seperti wilayah sekitar kebakaran hutan dan lahan atau gunung meletus, orang dapat menggunakan respirator yang mampu memfiltrasi partikel ukuran kecil. Namun, masker jenis itu tidak dianjurkan bagi kelompok populasi spesifik seperti bayi, orang dengan penyakit paru kronik, dan orang tua.

"Masker jenis ini membuat pernapasan mereka menjadi tegang dan lebih sesak sebab pori-pori maskernya kecil sehingga udara yang masuk sedikit," tambahnya. Pada kesempatan sama, Business Manager of Consumer Health Care Division PT 3M Indonesia Yunadi Aulia Desmawan menyampaikan pemakaian masker harus sesuai dengan instruksi. "Kesalahan pemakaian masker salah satunya pemakaian masker berulang kali, padahal masker tersebut hanya sekali pakai. Maksimum pemakaian masker ialah 8 jam per hari," terang Aulia.

Masker yang kotor dan lembap dapat menjadi sarang kuman. Itu juga memperbesar risiko infeksi saluran pernapasan karena berkembangnya mikroorganisme pada masker. Penggunaan masker yang baik ialah dipakai menutupi hidung sampai bawah dagu untuk menghindari masuknya polusi.

Ia menambahkan, ada beragam jenis masker. Pertama jenis daily filtration untuk membantu melindungi dari debu dan kotoran, kedua extra filtration yang membantu melindungi dari asap dan bau tidak sedap seperti gas buang kendaraan bermotor, dan ketiga advance filtration yang dapat melindungi pengguna dari partikel mikro dan asap yang lebih pekat seperti asap industri dan kebakaran hutan. "Pilih sesuai dengan kebutuhan dan gunakan secara benar sesuai petunjuk penggunaan," katanya. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya