Headline

Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan

Fokus

Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah

Agus Noor Refleksikan Persoalan Bangsa lewat Teater

Putri Rosmalia Octaviyani
14/3/2017 01:00
Agus Noor Refleksikan Persoalan Bangsa lewat Teater
(DOK PRIBADI)

PEMENTASAN teater menjadi salah satu cara yang dipilih sastrawan Agus Noor, 48, sebagai salah satu wadah untuk menyalurkan pemikirannya, terutama yang terkait dengan berbagai persoalan bangsa.

Melalui pementasan teater, lelaki yang telah menghasikan lusinan karya sastra tersebut berharap dapat menghadirkan refleksi dan potret berbagai persoalan yang ada di Indonesia bagi setiap penonton.

"Pentas-pentas teater menjadi upaya merefleksikan banyak persoalan

bersama. Pentas itu selain menjadi tontonan yang menyegarkan juga

diharapkan ada renungan yang didapat penonton setelahnya," ujar Agus dalam perbincangan di Jakarta, baru-baru ini.

Salah satu karya teater yang ia garap bersama tim kreatif Indonesia Kita ialah Presiden Kita Tercinta.

Karya teater itu dipentaskan pada 10-11 Maret lalu di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.

Melalui pertunjukan tersebut Agus menghadirkan cerita yang kontekstual dengan kondisi sosial dan politik Indonesia saat ini.

"Itu diambil dari naskah lama saya, yang saya tulis di tahun wafatnya Gus Dur. Isinya tentang bagaimana pertarungan terjadi di lingkaran kekuasaan," terang penulis monolog Matinya sang Kritikus itu.

Naskah yang pernah masuk lima besar lomba penulisan naskah yang diadakan

Federasi Teater Indonesia tersebut menceritakan tentang kondisi negara yang presidennya tiba-tiba menghilang.

Dalam kondisi tersebut, elite-elite politik berlomba melakukan segala cara untuk dapat mengamankan kekuasaan.

Berbagai cara digunakan, dari menyebar fitnah hingga berbagai kecurangan lain.

"Lingkungan yang korup berupaya mempertahankan diri. Misalnya, Ahok dan Jokowi dianggap bagus dan bisa menyelesiakan masalah. Orang-orang yang terganggu di sekitar mereka akan melakukan banyak hal agar mereka terpental. Tapi naskah dan pementasan ini tidak eksplisit menceritakan soal Jokowi ataupun Ahok. Biarlah penonton yang menilai dan menafsirkan ceritanya cocok dengan siapa," paparnya.

Meski cerita itu diambil dari naskah lama, Agus menilai isinya masih sesuai dengan kondisi Indonesia saat ini.

Sebab, menurutnya, Indonesia masih berada dalam lingkungan politik yang tidak banyak berubah.

Masih penuh dengan korupsi dan kalangan pengejar keuntungan dari proyek-proyek negara.

"Problem politik kita ada pada lingkungan pelaku-pelaku yang korup. Selama lingkungan yang korup itu terus mengembangkan diri, tidak akan ada perubahan. Misalnya, apakah kalau ada orang jujur bisa membersihkan lingkungan yang kotor? Tidak, karena lingkungan yang tidak bersih itu akan memberdayakan diri. Kalau yang jujur tidak tahan, dia bisa terpental dan terbuang. Itu yang tergambar dalam cerita dan memang sesuai dengan kondisi yang ada," ujar Agus yang pada 2006 menerima Anugerah Seni dari Menteri Kebudayaan dan Pariwisata untuk cerpennya yang berjudul Piknik.

Isu hangat

Presiden Kita Tercinta merupakan pentas ke-23 dari program Indonesia Kita, sebuah forum pergelaran seni untuk meyakini kembali proses keindonesiaan melalui jalan kesenian dan kebudayaan.

Pentas itu menampilkan Cak Lontong, Akbar, Marwoto, Trio GAM (Gareng, Joned, Wisben), Yu Ningsih, Netta Kusuma Dewi, Pipien Putri, Sruti Respati, Daniel Christianto, Budi Ros, dan Joind Bayuwinanda.

Pementasan mengambil latar cerita sebuah republik di Eropa.

Isu-isu yang diangkat dalam kisah itu bervariasi, mulai isu dewan jenderal, Supersemar, hingga korupsi KTP-E yang masih hangat beritanya di masyarakat. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya