Headline
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
SETELAH sukses menaklukkan panggung internasional dan merilis 11 album kompilasi di Eropa dan Amerika, Prison Of Blues kembali dengan gebrakan baru. Band psychobilly asal Temanggung ini resmi merilis album keempat mereka yang bertajuk Born To Be Killers. Album hadir dalam format digital, CD, dan vinyl.
Berisikan 15 lagu yang direkam secara live, menarik dari album Born To Be Killers adalah bagaimana Priso of Blues hadir dengan sentuhan horor yang lebih dekat dengan akar budaya Indonesia. Untuk pertama kalinya, Prison Of Blues mengangkat elemen horor lokal nusantara seperti pocong, kuntilanak, kisah santet, hingga legenda pasar setan dan mitos-mitos gelap lainnya.
"Genre Psychobilly mungkin belum familiar di Indonesia khususnya Jakarta, tapi genre itu cukup populer di Eropa. Selama ini kami membawa budaya Psychobilly Eropa ke dalam musik kami. Tapi di album ini, saatnya kami memberi panggung untuk Pocong, Kuntilanak, dan cerita-cerita horor lokal yang nggak kalah menyeramkan,” kata gitaris Prison of Blues, Bayu Randu, dalam perilisan album di Jakarta, Rabu (25/6).
Untuk diketahui, Psychobilly adalah genre musik yang merupakan perpaduan antara punk rock dan rockabilly, dengan sentuhan estetika horor, fiksi ilmiah, dan film-film klasik. Selain itu, psychobilly juga seringkali memasukkan elemen dari genre lain seperti metal, country, atau bahkan horrorcore Secara umum, psychobilly dikenal dengan suara yang cepat, agresif, dan lirik yang seringkali gelap, aneh, atau humoris.
Bayu menjelaskan, isi dari lagu-lagu seperti pocong, kuntilanak dan lainnya bercerita tentang folklore mengenai hal-hal mistis tersebut. Semua itu dibalut dalam lirik dan atmosfer yang mengakar pada memori kolektif masyarakat Indonesia, menciptakan pengalaman musikal yang bukan hanya menghantui, tapi juga menghidupkan sisi gelap budaya lokal.
"Lagu-lagu yang saya hadirkan cerita tentang kematian atau after kematian, misalnya Kuntilanak, sosok yang dikenal mencari-cari anak. Atau judul lagu Pasar Setan yang kami angkat dari cerita pasar setan di gunung sumbing, cerita-cerita itu yang kemudian kami bungkus dengan musik Psychobilly," terang Bayu.
Beda dari album sebelumnya, formasi Prison Of Blues kali ini juga terasa lebih segar dengan kehadiran Endy Barock (drum), Topan Murdox (gitar 2), dan Dhana Dira (contrabass), bergabung bersama dua punggawa lama Bowo (vokal & gitar) dan Bayu Randu pada lead gitar yang sekaligus juga merangkap sebagai produser.
Memenuhi kebutuhan lagu di album ini, tak tanggung-tanggung, Prison Of Blues juga berkolaborasi dengan sederet musisi lintas genre seperti Eet Sjahranie (Edane) di lagu Devil’s Inside, Ari (Padi Reborn) & Zaky (ex-Funky Kopral) di lagu Pocong / Disantet Mertua, Dellu Uyee di lagu Zombie di Ruang Tamu, sampai kolaborasi dengan musisi asal Belanda Dimitri Hauck (Cenobites-Netherland) & Ramon Sitoci (ex-Mad Sin-Netherland) di lagu Painkiller,
Sebagai bagian dari promo album ini, Prison Of Blues dijadwalkan kembali tour Eropa pada Oktober 2025, memainkan 17 show di 4 negara dan tampil di beberapa festival psychobilly paling bergengsi. Ini akan menjadi tour Eropa kelima mereka, setelah sebelumnya sukses tampil di Psychobilly Meeting Festival, festival psychobilly terbesar dunia pada 2016, 2017, 2018, dan 2024.
“Dulu kami lebih fokus ke pasar Eropa karena genre ini belum banyak dikenal di Indonesia. Tapi lewat album ini, kami ingin mulai membuka jalan dan mengedukasi soal psychobilly di negeri sendiri,” tukas Bowo, vokalis Prison Of Blues. (H-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved