Headline

Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.

Fokus

Sejumlah negara berhasil capai kesepakatan baru

Harapan dari Dandelion

Dzulfikri Putra Malawi
13/11/2016 08:45
Harapan dari Dandelion
(MI/TAMPAN DESTAWAN)

TEATER Salihara, Jakarta, menjadi saksi bisu keintiman Monita Angelica Maharani Tahalea dengan sekitar 250 penikmat musik dalam konser bertajuk Dandelion, 28 Mei 2016.

Selama berkonser, perempuan berusia 29 tahun itu menceritakan perjalanannya dalam dunia musik, dari menyanyikan lagu penyanyi lain, diproduseri orang, dan memberanikan diri menulis lagu bersama Gerald Situmorang.

"Perjalanan dan proses bermusik buat saya pribadi cukup panjang dan memberikan banyak inspirasi serta cerita. Saya ingin bertemu langsung dengan yang mendengarkan album ini. Intimate concert, 250 orang, puji Tuhan sold out," kenang Monita saat berbincang dengan Kotak Musik Media Indonesia, pertengahan Oktober lalu.

Album solo keduanya, Dandelion (2015), diakui Monita, menegaskan warna musiknya saat ini. Apalagi, jebolan Indonesia Idol 2005 itu selama ini dikenal sebagai penyanyi jazz. Sembilan lagu mewarnai album yang inspirasinya dari kehidupan sehari-hari dan lingkungan sekitar. Salah satunya ialah bunga dandelion atau bunga randa tapak. Bunga itu tidak membutuhkan perawatan khusus dan mampu tumbuh di mana pun.

"Sewaktu ia bersemi, cantik berwarna kuning, sewaktu dia mati berubah jadi warna putih yang kalau ditiup akan terbang. Nah yang terbang itu akan menjadi benih dan tumbuh menjadi bunga yang baru. Sama seperti sembilan lagu di album ini yang berisi harapan," jelasnya.

Jeda waktu lima tahun dari album perdananya Dream, Hope, and Faith digunakan Monita untuk memantapkan proses. Monita mengaku butuh waktu panjang dalam menulis lagu, menentukan konsep album, dan pesan yang ingin disampaikan.

"Di antara jeda-jeda itu, saya selalu melakukan banyak kolaborasi seperti mengisi sound track film dan kolaborasi di album orang lain. Saya paling suka kolaborasi karena menambah wawasan bermusik. Ketemu banyak orang lagi yang genrenya berbeda-beda. Dari jeda itu, saya banyak belajar sama orang-orang dan perjalanan itu menjadi inspirasi buat saya sendiri," kata Monita.


Memaknai jazz

Banyak pelajaran yang diperoleh Monita saat mengerjakan album pertamanya yang diproduseri Indra Lesmana, dari kebebasan memilih judul album, jumlah lagu, hingga bekerja sama dengan sejumlah penyanyi lain, seperti Oele Pattiselano, Aksan Sjuman, Bob Tutupoli, dan Margie Segers. Pelajaran itu memengaruhi proses album keduanya.

"Dari situ, 2013 sempat mengeluarkan extended play, seperti live recording. Saat itu sudah mulai dengan band saya yang sekarang ada di album Dandelion. Itu juga ada prosesnya, proses menemukan teman-teman band, ada circle baru lagi dan akhirnya dari perjalanan 2010 ke 2013 itu juga menemukan warna musikku sendiri. Mulai punya pandangan siapa yang akan diajak kerja sama. Proses ini tidak bisa diburu-buru," ungkapnya.

Meski album keduanya terlepas dari jazz, Monita mengaku banyak belajar dari komunitas jazz dan musisinya. Jazz, kata Monita, bukan soal genre, melainkan attitude, lifestyle, dan ekspresi.

"Mungkin bagian tersulitnya menyosialisasikan itu ke orang-orang karena itu tidak bisa dijelaskan seperti sedang berorasi. Akhirnya saya tidak banyak omong, lebih suka direpresentasikan dengan musik saya saja, dari bagaimana saya perform dan isi albumnya itu sendiri silakan didengarkan saja," lanjut Monita.

Kini dirinya mengaku ingin kembali ke masa awal sebelum terlahirnya debut album.

Saat itu ia senang mendengarkan musik yang hanya ada vokal dan gitar, seperti Eva Cassidy, Joni Mitchell, lalu band-band seperti Sixpence None The Richer, dan The Corrs. Semuanya akustik, banyak suara gitar.

"Bahkan waktu saya pertama kali perform ke mana-mana hanya dengan vokal dan gitar, folk ya. Akhirnya ketemu keinginan untuk balik ke situ lagi dan tukeran referensi. Kemudian workshop bikin lagu. Gerald aransemen sesuai kemauan saya, akhirnya jadilah musiknya sekarang seperti ini," terang Monita.

Di album ini pula, Monita menemukan banyak sekali metode baru dalam menulis lagu. Sebelumnya ia sering dapat melodi terlebih dahulu untuk diperdengarkan di rumah kemudian dan menulis liriknya.

Kini bermacam-macam metode, mulai duduk fokus, jalan, sampai impromtu di tempat bareng bersama Gerald di saat yang bersamaan bisa membuat lagu, lirik, dan melodi.

Simak kisah dan penampilan akustik Monita Tahalea selanjutnya hanya di Kotak Musik Media Indonesia. Unduh aplikasinya di App Store dan Google Play sekarang juga. (M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya