Headline

Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Barometer Band Lokal Nusantara

Dzulfikri Putra Malawi
03/4/2016 01:30
Barometer Band Lokal Nusantara
(MI/Permana)

BERAWAL dari mimpi, Euforia Records, Euforia Digital, Euforia Pustaka, dan Euforia Music Ecosystem menjadi unit usaha yang menjanjikan di industri kreativitas. Semua terwujud berkat kerja keras musisi asal Yogyakarta, Erix Soekamti, Dory Soekamti, dan Ari Soekamti yang menamakan diri Endank Soekamti.

Keunikan mereka pun tampak di album ketujuh bertajuk Soekamti Day yang diluncurkan 17 Februari lalu. Pasalnya, saat peluncuran itu, Erix dkk tampil di hadapan ratusan undangan di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta. Tapi, para penggemarnya, Kamtis Family, bisa menyaksikan secara streaming di soekamti.tv.

Selain itu, album ini direkam di studio alam. Gili, Sudak, Lombok, Nusa Tenggara Barat, menjadi lokasi yang dipilih. Berbagai alasan kenapa dipilihnya lokasi itu.

“Pertama karena tidak ada peredam, kami memilih yang tidak mengganggu tetangga, kami cari tempat yang tidak saling mengganggu. Di sana hanya ada satu keluarga yang menjaga pantai.

Kedua pemandangannya harus bagus, karena tujuan kami liburan sekaligus rekaman, ketiga harus ada sinyal karena setiap hari kami bikin diary video yang diunggah ke YouTube channel kami,” kisah Erix saat berkunjung ke Media Indonesia beberapa waktu lalu. Tak pelak, 13 orang diboyong ke Lombok selama 25 hari produksi.

Tiga sekawan ini memang memanfaatkan teknologi dalam bermusik. Beragam aktivitas yang terkait engagment untuk komunitasnya telah lama dilakukan Endank Soekamti dalam media sosial.

Bahkan Erix dianggap sebagai vloger oleh sejumlah kalangan karena aktif menghiasi layar Youtube dengan puluhan ribu pengikutnya. “Saya terima kasih dibilang begitu, tapi kami ini musisi. Kami buat sesuatu untuk mengoptimalkan apa yang kami tuju dengan karya musik kami. Kami sudah punya komunitas, video adalah media yang kami buat untuk mendekatkan diri dengan mereka. Terlalu dangkal untuk kami jika hanya mengejar viewers,” katanya.

Mereka juga dikenal sebagai band yang kreatif terhadap konten-konten setiap album yang ditelurkan. Mulai dari animasi hingga kemasan. Di album ini mereka memproduksi box set berisi dua keping CD, komik, sertifikat dan gelang kepemilikan, serta kaus.

“Album ini adalah pencapaian terbaru kami dan bisa direalisasikan ketika kami mau. Semoga dengan keluarnya album ini bisa ‘menampar’ kreator lain untuk memercayai mimpinya yang diperjuangkan, apa pun profesinya,” sambung Dory.


Ekosistem musik

Apa yang mereka lakukan memang berdasarkan kebutuhan yang harus dipenuhi. Mereka keluar dari major label empat tahun lalu dan membuat label Euforia Records untuk menaungi diri. Untuk distribusi fisik dan digital, mereka membuat perusahaan lagi bernama Euforia Digital.

Jarang masuk televisi, mereka membuat saluran visual sendiri yang dilengkapi berbagai konten dalam production house. Terbaru adalah Soekamti Karaoke yang membebaskan pendengar bebas menggubah dan merevisi lagu sesuai keinginan mereka. “Kami juga ingin karya musiknya dikoleksi, harus ada fisiknya dan kami bikin perusahaan Euforia Pustaka melibatkan Kamtis Family untuk membuat komik dan animasi,” jelas Erix.

Langkah-langkah itu menjadi embrio lahirnya ekosistem musik yang mandiri dan kreatif, yang dinamakan Euforia Music Ecosystem. Meski dalam keadaan serbaterbatas, tinggal di daerah, musik segmented, dan jarang masuk tv, itu tidak menghambat mimpi-mimpi mereka untuk tetap sukses di industri musik Indonesia.

Buktinya Endank Soekamti mampu bertahan 15 tahun sampai saat ini dengan jumlah penggemar yang terus meningkat. Bahkan bisa menjadi aset besar Yogyakarta yang bisa berkontribusi secara nyata untuk Indonesia. Sebuah universitas animasi pun mereka buat dan sedang berjalan.

“Itu bukti nyata kalau kemandirian yang kami lakukan ini tidak salah. Saya hanya berpikir andaikata apa yang kami lakukan ini ditularkan juga kepada band lain. Jadi ada kesempatan di band-band daerah dari Sabang sampai Merauke bisa menjadi aset daerahnya. Itu baru bicara musik, belum industri kreatif yang lain. Saat ini sangat memungkinkan sekali memanfaatkan teknologi, apa pun bentuknya. Nanti kalau semuanya punya visi dan misi yang sama, baru bisa gotong royong. Merevitalisasi segala sistem,” pungkas Erix.

Lantas bagaimana langkah mereka secara detail dalam menjalankan ekosistem musik ini? Saksikan wawancara lengkapnya dan aksi panggung mereka secara eksklusif dalam Kotak Musik di aplikasi Media Indonesia yang bisa Anda unduh sekarang juga di Appstore dan Google Play Store. (M-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya