Headline

Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Lasja Susatyo Kembali Mengingat Tujuan Bernegara

Fathurrozak
16/4/2019 00:30
Lasja Susatyo Kembali Mengingat Tujuan Bernegara
Sutradara Lasja Fauzia Susatyo(MI/SUMARYANTO )

SUTRADARA Lasja Fauzia Susatyo, 48, menganggap bangsa Indonesia sebagai bangsa yang mampu menghargai perbedaan, harmonis, dan saling berdampingan. Karena itu, ia pun berpesan kepada publik untuk tetap mengingat tujuan masyarakat bernegara, seusai memberikan hak pilih dalam Pemilu 2019.

"Sama-sama kembalikan visi bahwa negara ini milik bersama, semua yang kita lakukan, ya, demi kepentingan untuk bernegara, bukan kepentingan pribadi atau kelompok," ujarnya ketika ditemui di Jakarta, Jumat (12/4).

Menurutnya, apa yang sudah dibangun dan menjadi cita-cita perjuangan para pendahulu founding father Indonesia harus terus dirawat. Adapun perbedaan sikap maupun pendapat, harus dianggap sebagai harmoni dalam bernegara.

Dalam pandangannya, negara selayaknya hadir untuk warga dalam berbagai urusan. Salah satunya dengan menyediakan fasilitas transportasi umum untuk memudahkan kegiatan dan aktivitas masyarakat.

Ia pun merasa bersyukur karena kini Jakarta sebagai ibu kota Indonesia sudah memiliki moda raya transportasi (MRT) sebagai salah satu alternatif transportasi umum. Meskipun harus menunggu sekian lama dan tertinggal dari negara tetangga hingga MRT itu terwujud.

"Kalau aku lihat, negara yang perhatikan warganya ialah negara yang perhatikan transportasi umum, negara yang hadir untuk mempermudah kehidupan masyarakat agar bekerja dan beraktivitas menjadi lebih baik. Ini melegakan ya, dengan kemudahan yang kita dapat. Merasa sangat bersyukur," sahut sutradara Cinta dari Wamena (2013) itu.

Meski demikian, ia juga memberi masukan agar kelengkapan fasilitas setiap moda transportasi juga perlu diperbaiki dan ditingkatkan sehingga menjadi kenyamanan bagi setiap pihak.

Setelah transportasi, Lasja memandang perlu fasilitas publik lainnya, seperti taman dan trotoar agar diperbanyak. Fasilitas publik lain yang perlu diperbanyak ialah yang terkait dengan kebutuhan kaum disabilitas, anak, dan ibu menyusui.

Fasilitas kenyamanan untuk orang yang enggak terpikirkan, bukan hanya untuk pengguna transportasi umum, melainkan juga pejalan kaki, misalnya ada yang punya keterbatasan atau handicap. "Kalau itu sudah bisa dikejar, yang lain lagi bisa nanti, utamanya ialah mengejar kelengkapan," timpalnya.

Representasi Indonesia
Sebagai salah satu negara dengan jumlah suku dan bahasa terbanyak di dunia, keragaman budaya justru menjadi kekuatan yang dimiliki Indonesia. Karena alasan itu pula, Lasja tertarik untuk mengambil potret kehidupan masyarakat Sumba dalam film dokumenter terbarunya.

Menurutnya, Sumba bisa menjadi salah satu representasi Indonesia yang lekat dengan adat dan akar budaya. Proses syuting selama dua pekan itu kini tengah memasuki pascaproduksi dan siap untuk ditayangkan ke publik segera. Namun, sasaran sutradara film omnibus Kita versus Korupsi (2012) ini, ingin memutarnya untuk para siswa sekolah sebagai bagian dari mengenalkan Indonesia.

"Sumba bisa dijadikan sampel bagian dari Indonesia. Adatnya masih terasa kuat," ungkapnya.

Ia menjelaskan, masyarakat Sumba menjalankan satu sistem peradatan masih cukup mengakar, jadi saling terkait. Dalam memaknai suatu tujuan apakah soal tanah, padang rumput, atau kuda, pola itu tetap dipertahankan masyarakat Sumba secara turun-temurun.

"Kenapa ini tetap dipertahankan? Itu yang kita gali di sana. Selain itu, kenapa aku juga tertarik soal mahar perkawinan yang bisa sampai memerlukan 200-500 kuda," cetusnya. (H-3)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya