Headline
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.
BULAN merah berukuran besar menghias langit. Tidak ada yang menyangka, malam itu ialah malam tragis bagi penduduk Desa Jatiwalu. Teriakan, api, dan banjir darah tidak terelakkan ketika segerombolan perampok yang dipimpin Mahesa Birawa membumihanguskan kampung itu.
Namun, di balik kegetiran peristiwa itu, 17 tahun kemudian muncul pendekar pilih tanding yang berjuluk pendekar kapak maut naga geni 212, Wiro Sableng. Adegan pembuka film Wiro Sableng yang tayang perdana 30 Agustus 2018 ini terasa sangat dramatis.
Bagi pencinta film Indonesia, film yang disutradarai Angga Dwimas Sasongko telah dinantikan. Bukan hanya cerita Wiro Sableng yang telah melegenda, masyarakat juga penasaran hasil garapan Lifelike Pictures dan Fox International Productions.
Film yang rencananya dibuat trilogi ini berlatar kehidupan sang tokoh utama, Wiro Sableng (Vino G Bastian) di zaman kerajaan Nusantara sekitar abad ke-16. Wiro adalah murid dari pendekar misterius bernama Sinto Gendeng (Ruth Marini) yang mendapat titah menghentikan dan membawa pulang Mahesa Birawa (Yayan Ruhian), mantan murid Sinto Gendeng yang berkhianat.
Dalam perjalanannya mencari Mahesa Birawa, Wiro terlibat pertualangan seru bersama dua sahabat barunya, Anggini (Sherina Munaf) dan Bujang Gila Tapak Sakti (Fariz Alfarazi). Perburuan terhadap Mahesa Birawa menuntun Wiro menemukan esensi sejati seorang pendekar.
Film berdurasi 123 menit ini memikat untuk disimak dari awal hingga akhir. Paling tidak ada tiga hal yang sangat menonjol pada film ini, yaitu efek visual dengan computer graphic image (CGI) terasa sangat natural, gerakan dan filosofi pencak silat dan yang harmonis dengan cerita, serta kostum yang membuat karakter mereka lebih hidup.
Laiknya film-film pahlawan superproduksi Hollywood, film Wiro Sableng patut disimak hingga film benar-benar selesai. Pasalnya, ada cuplikan adegan yang memberi tahu penonton cerita selanjutnya.
Cerita silat
Bicara Wiro Sableng tidak lepas dari cerita silat rekaan karya ayah Vino G Bastian, Bastian Tito. Cerita Wiro Sableng hadir di masyarakat pertama kali dalam bentuk novel sekitar 1967.
Sebagai cerita silat, Wiro Sableng terbilang laris di pasaran. Buktinya, Wiro Sableng bisa hadir hingga 185 episode, yang setiap episodenya saat ini dengan mudah didapatkan di internet. Buku-buku tersebut terbit dalam rentang waktu panjang, yaitu 1967-2006.
Tidak hanya dalam bentuk buku, Wiro Sableng juga sudah dialihmediakan beberapa kali. Sebelum dialihmediakan Lifelike Pictures dan Fox International Productions, sudah ada tujuh judul film tentang Wiro Sableng yang dibintangi Tonny Hidayat dan 90 episode sinetron dengan dua pemeran berbeda, yaitu Herning Sukendro dan Abhie Cancer.
Sosok Wiro Sableng tetap melekat diingatan masyarakat walau telah berusia sekitar lima dekade, sejak Wiro Sableng edisi pertama terbit. Sang penulis, Bastian Tito pun telah meninggal pada 2 Januari 2006.
Vino selaku salah satu ahli waris dari Wiro Sableng mengaku, keluarga ingin membuat film Wiro Sableng sebagai bentuk penghormatan untuk sang ayah, Bastian Tito. Namun, tidak mudah menemukan produser yang benar-benar dipercaya keluarga.
Melihat kesungguhan dan kerja keras Sheila Timothy, pihak keluarga pun yakin memercayakan produksi Wiro Sableng ke perempuan yang akrab disapa Lala. “Saya tahu sekali pengorbanan dan perjuangan Lala dalam mewujudkan mimpinya untuk membuat sebuah karya yang sangat luar biasa untuk perfilman Indonesia, sekaligus mewujudkan mimpi keluarga kami untuk melestarikan Wiro Sableng dan membawanya ke level yang lebih tinggi lagi,” kata Vino.
Kolaborasi Hollywood
Film ini memang bekerja sama dengan Hollywood. Walau demikian, hampir semua produksi film ini ditangani anak bangsa. Menurut Lala ini, kerja sama dengan Fox sangat positif karena pihaknya mendapat banyak masukan dan analisa terhadap struktur cerita (script doctoring), promosi, dan distribusi.
“Tidak hanya melulu soal uang, tapi dalam kerja sama ini ada transfer pengetahuan, teknologi, dan keluasan teritori distribusi,” kata Lala.
Selain mendapat banyak masukan dari Fox, Lala dalam film Wiro Sableng juga bekerja sama dengan seorang direktur laga, Chan Man Ching. Ia berkolaborasi dengan Yayan Ruhian dalam membuat adegan laga. Chan Man Ching ialah anggota tim Jackie Chan dan pernah terlibat dalam berbagai film, seperti Rush Hour (1998), Mr Nice Guy (1997), dan Police Story 4: First Strike (1996).
Selain mereka, Lala juga melibatkan 90-an ahli visual effect asli Indonesia dari 10 studio berbeda. Mereka yang mengolah 780 shot dengan CGI sehingga adegan lebih dramatis, tetapi terlihat natural. Mereka pula anggota terbanyak dalam pembuatan film Wiro Sableng dari total 977 orang kru dan pemain yang terlibat.
Di antara plus-minus yang ada, film Wiro Sableng patut untuk ditonton. Tidak hanya keseruan-keseruan dalam film ini, tetapi Wiro Sableng juga menjadi bagian dari sejarah cerita silat Tanah Air dan menuliskan lokalitas yang pernah ada pada masanya. Itu yang membuat Wiro Sableng tak lekang oleh waktu. (M-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved