Headline
Program Makan Bergizi Gratis mengambil hampir separuh anggaran pendidikan.
Program Makan Bergizi Gratis mengambil hampir separuh anggaran pendidikan.
PEKEMBANGAN internet membuat akses mencari informasi menjadi lebih mudah. Sayangnya, sumber terhadap budaya dan kesenian Indonesia kalah banyak dari sumber informasi budaya negara luar. Hal itu dikeluhkan produser dan koreografer tari, Herwindra Aiko Senosoenoto, 50. Menurutnya, hal itu berimbas pada ketidaktahuan kaum muda terhadap budaya dan kesenian kontemporer Indonesia. "Parahnya lagi, kesenian dan budaya tidak terlalu diperhatikan lagi dalam pengajaran di sekolah," ucap perempuan yang akrab disapa Aiko tersebut saat ditemui Media Indonesia di Sanggar Eksotika Karmawibhangga Indonesia (EKI) Dance Company, Jakarta, Selasa (9/5).
Karena itu, dirinya meminta pemerintah untuk melakukan proteksi dan pemberdayaan yang sungguh terhadap kebudayaan Indonesia. Jika pemerintah sukses, bukan tidak mungkin Indonesia dapat menjadi seperti Jepang dan Korea yang menjadikan budaya sebagai basis pariwisata. Dengan demikian, generasi muda pun tidak malu dan kehabisan sumber informasi terhadap budaya lokal di Indonesia. Berdasarkan pengalaman, masyarakat Indonesia berbakat dalam menari dan kesenian, berbeda dengan bangsa di luar Indonesia yang tidak luwes dalam belajar tari. Hanya, lanjut dia, bakat saja tidak cukup untuk menghasilkan tari yang baik.
"Perlu juga pemahaman dalam diri terhadap budaya itu, asal gerakan itu, agar ada penjiwaan, tapi ini tidak dirangsang dalam dunia pendidikan kita," imbuh perempuan berdarah Jepang dan Jawa itu.
Untuk itulah, Aiko merasa terpanggil untuk membawakan budaya Indonesia dalam setiap pementasan yang dilakukan EKI. Beberapa kali pementasan dilakukan dengan modifikasi tarian lokal agar lebih bersifat energik dan atraktif. Tujuannya ialah agar lebih memudahkan masyarakat dalam menikmati tarian lokal.
"Karena orang melihat pertunjukan seni itu kan untuk menikmati. Sekarang budaya yang serbacepat tidak memungkinkan sebuah pergelaran dilakukan berjam-jam seperti budaya kontemporer," terang dia.
Lebih sulit
Menurut Aiko, mempelajari tarian lokal lebih sulit ketimbang tarian luar Indonesia. Dalam beberapa kasus, para penari EKI harus menghabiskan waktu hingga berminggu-minggu untuk mempelajari tarian daerah. "Itu dilakukan untuk mengerti benar asal usul dari tarian itu. Untuk dapat feel dari tarian itu tidak instan," ucap dia. Padahal, membuat modifikasi tarian yang disesuaikan dengan tema pementasan tidak akan memakan waktu lama. Menurutnya, hanya dibutuhkan waktu 2 minggu untuk menghasilkan tarian siap pentas hasil modifikasi tarian daerah.
Direncanakan, Aiko dan EKI menampilkan tarian Minang yang akan dikolaborasikan di dalam pertunjukan bertajuk EKI Update v2.1 pada 16 hingga 17 mei mendatang. Pertunjukan ini bertempat di Gedung Kesenian Jakarta. "Selain itu, akan ada kolaborasi kami dengan atlet wushu lokal. Ini akan menarik karena kami menggabungkan bela diri dengan tari-tarian juga," tukas dia. (H-5)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved